Adsense

Diberdayakan oleh Blogger.
Our Blog

CONTOH MAKALAH SEMINAR MATEMATIKA

Posted on 14/11/10

PENERAPAN PEMBELAJARAN
DENGAN TEORI STIMULUS – RESPON PIAGET
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATERI BENTUK PANGKAT
DI KELAS X SMA


MAKALAH
SEMINAR PENDIDIKAN MATEMATIKA






Oleh :
NAMA               :           SUTIRA JULI ADHA MARPAUNG
                                       (070510432)
                                       RIZKI AZHARI MANURUNG
                                       (070510430)
JURUSAN        :           Pendidikan Matematika







FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ASAHAN
KISARAN
2010



KATA PENGANTAR




Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kelapangan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Pada awalnya banyak sekali kesulitan dan hambatan yang di dapat dalam penulisan makalah ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya mampu terselesaikan.
Ucapan terima kasih kepada Ibu Eni Muliawati selaku Dosen mata kuliah Seminar Matematika yang telah memberikan masukan dan arahan.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkannya.
Penulis sadar bahwa di dalam tulisan ini banyak terdapat kesalah dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semua pihak yang telah membacanya. Atas kritik dan saran para pembaca penulis ucapkan terima kasih.


Kisaran,     November 2010
Penulis












BAB I
PENDAHULUAN





A.        Latar Belakang Masalah
                        Sekolah merupakan tempat persemaian benih generasi terbaik. Salah satu usaha sekolah adalah meningkatkan prestasi belajar siswa melalui proses belajar mengajar. Sehingga menimbulkan SDM yang berkualitas tinggi yang merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Sekolah juga memiliki jenjang berstruktur yang dimulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
                        Berhasil atau tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung pada jelas atau tidaknya tujuan yang hendak di capai oleh seseorang atau lembaga yang melaksanakannya. Berdasarkan kenyataan ini maka perlu benar suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan kemudian baru menyusun suatu program kegiatan yang objektif dan realistis, sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak terbuang sia-sia. Sehubungan dengan itu apabila kita berbicara tentang pendidikan pada umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga pendidik bagi kepentingan bangsa, negara dan tanah air.
                        Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses perkembangan dan perubahan yang dinamis, maka pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan diri dalam proses perkembangan tersebut, dan tidak melepaskan diri dari dasar-dasar watak dan kepentingan negara, bangsa dan tanah air kita. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas pendidikan membawa konsekuensi kepada perbaikan dan peningkatan di semua faktor, baik faktor guru seperti guru kurang terampil dalam mengajar, kemampuan akademik guru masih rendah. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, maupun fasilitas penunjang yang diperlukan. Metode yang digunakan guru dalam mengajar juga mendukung dalam mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan. Pendidikan matematika sebagai bagian dari pendidikan yang merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM terutama ditengah-tengah kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) seperti sekarang ini. Matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan pola pikir logis, sistematis, objektif, kritis dan rasional yang harus dibina sejak dini. Namun kenyataannya peringkat daya saing pendidikan di Indonesia dewasa ini jauh ketinggalan dengan negara-negara lain terutama di sektor pendidikan khususnya dibidang matematika.
Hal ini seperti diungkapkan Suryadi (www.kompas.com) bahwa :
“Peringkat daya saing Indonesia secara gelobal berdasarkan sejumlah penerbit internasional perlu mendapat perhatian yang serius. World Competitiviness Yearbook menempatkan peringkat daya saing Indonesia pada posisi ke 39 pada tahun 1997 dan menurung ke posisi 46 dari 47 negara pada tahun 1999. Survei SDM, industri dan IPTEK dalam indeks pembangunan manusia (UNDP : 1999) peringkat indonesia berada pada posisi ke 105 dari 108 negara. Peringkat tersebut menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia belum memiliki daya saing, ajustru pada saat negara lain mengejar daya saing secara global.”

                        Dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan di SMA matematika adalah salah satu mata pelajaran diberikan beban jam pelajaran yang maksimal agar penguasaan matematika siswa lebih kompeten. Akan tetapi pada saat pembelajaran matematika diberikan, masi terdapat kesulitan-kesulitan yang dipelajarai siswa untuk mempelajarainya. Seperti yang diungkapkan oleh Drs. Normal Rambe, guru mata pelajaran matematika di SMA N 1 Tanjung Balai tersebut :
“Dari semua mata pelajaran yang diujikan pada saat ujian baik ujian semester maupun ujian nasiona, nilai matematika siswa selalu rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, disisi lain pada setiap jam pelajaran matematika siswa kurang mengetahui nilai-nilai yang seharusnya dijabarkan dan pengetahuan dasara siswa kurang untuk mengikuti standart isi yang ada di SMA.”
                        Rendahnya prestasi siswa menunjukkan suatu indikasi bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami matematika. Kualitas dan pemerataan hasil pendidikan di Indonesia masi memprihatinkan dilihat dari indikator hasil-hasil ujian yang masih di bawah angka standart dan sedikit anak yang memiliki kesempatan untuk belajar.
                        Bertitik tolak dari permasalahan tersebut perlu diupayakan peningkatan hasil belajar siswa sehingga dapat menarik minat belajar siswa. Salah satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan pembelajaran teori stimulus – respon (S – R).
                        Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar diri dimana keduanya saling berinteraksi.
                        Komponen-komponen dalam belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan sebagai S – R. S adalah situasi yang memberikan stimulus, R adalah respon atas stimulus itu dan garis diantara nya adalah hubungan antara Stimulus dan Respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati yang bertalian dengan sistem alat syarat dimana terjadi transpormasi perangsang yang diterima melalui alat indera. Stimulu itu merupakan input yang berada diluar individu dan Respon adalah outputnya yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
                        Pengajaran dengan teori Stimulus – Respon menekankan kepada analisis perilaku yang bersifat objektif. Asumsi yang digunakan mengenai proses belajar adalah siswa dapat mengerti proses belajar yang kompleks. Setelah ia mengerti proses belajar yang sederhana. Proses-proses yang sederhana diharapkan pula menjelaskan proses-proses yang lebih kompleks. Salah satu materi pelajaran yang harus diajarkan dan dipelajari siswa semester pertama di kelas X SMA adalah bentuk apangkat. Maka dari itu, pengajaran dengan Teori Stimulus – Respon diharapkan siswa mempunyai keaktiaafan belajar yang tinggi dan diharapkan untuk dapat meningkatkan hasil belajara siswa pada materi bentuk pangkat.
B.        Identifikasi Masalah
                        Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang mengakibatkan rendahnya kualitas (mutu) siswa diantaranya :
1.                  Rendahnya hasil belajar matematika siswa
2.                  Penggunaan pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa
3.                  Kurangnya keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
4.                  Pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon belum diterapkan dalam peningkatan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat.

C.        Batasan Masalah
                        Memperhatikan keterbatasan kemampuan penulis dan agar penulis makalah ini tidak terlalu luas maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Banyak fakta penyebab rendahnya hasil belajar siswa  pada faktor model pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran teori Stimulus – Respon untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat di kelas X SMA T.A 2010/2011.

D.        Rumusan Masalah
                        Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.                  Apakah penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
2.                  Bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
3.                  Bagaimana aktifitas belajar siswa selama pembelajaran dengan teori  Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
4.                  Bagaimana aktifitas mengajar guru dalam menggunakan teori Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?

E.         TUJUAN
                        Adapun tujuan dalam seminar ini adalah :
1.                  Untuk mengetahui penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
2.                  Untuk mengetahui bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
3.                  Untuk mengetahui aktifitas belajar siswa selama pembelajaran dengan teori  Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
4.                  Untuk mengetahui aktifitas mengajar guru dalam menggunakan teori Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.

F.         MANFAAT
                        Dari seminar ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1.                  Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka mengembangakan proses pembelajaran matematika ditingkat SMA atau sederajat khususnya pada materi bentuk pangkat.
2.                  Sebagai bahan perbandingan bagi calon guru / guru untuk meninjau kemampuan siswa SMA dalam memahami pelajaran khusunya pada materi bentuk pangkat dengan menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon.
3.                  Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi peneliti yang akan melakukan kajian berhubungan dengan teori Stimulus - Respon






BAB II





A.        Kajian Teori
            1.         Pengertian-pengertian
A.        Belajar
                        Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan interaktif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.
                        Slameto (2003 : 2) mengungkapkan bahwa “Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh asuatu perubahan tingkah laku dari yang secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dan lingkungannya.”
                        Menurut pandangan Skinner, Dimyati dan Mudjiono (2006 : 9) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perilaku pada saat seseorang belajar, maka responnya menjadi baik sebaliknya, bila seseorang tidak belajar maka responnya menurun”.
                        Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan kegiatan berpikir dan terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang didapat oleh seseorang yang belajar dan melalui reaksi-reaksi terhadap lingkungan dimana seseorang berada sehingga terjadi perubahan tingkah laku didalam diri seseorang yang belajar dan bersifat positif atau lebih baik dari sebelumnya.
            B.        Kemampuan
                        Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik dalam menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Hal ini dapat disebabkan bahwa setiap orang tidak sama pola pikirnya dan taraf kecerdasannya. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal menyusun segala sesuatu yang diamati, dilihat diingat ataupun dipikirannya. Selain berbeda dalam tingkat kemampuan berpikir, seseorang juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat juga berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara penedekatan terhadap situasi belajar dan menghubungkan pengalaman-pengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon terhadap metode pengajaran.
                        Dalam kamus umum bahasa indonesia menurut W.J.S. Poerwadarminta. (1996 : 76) dikemukakan bahwa : “ Kemampuan adalah kesanggupan.” Kemampuan merupakan kesanggupan  atau kecakapan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Kemampuan siswa dalam matematika yang telah dipelajarai secara benar serta sanggup memecahkan permasalahan yang timbul dalam matematika tersebut.


            C.        Hasil Belajar
                        Dengan berakhir suatu proses belajar maka siswa memperoleh suatu hasil belajar menurut Dimyati dan Mujiono (2006 : 3) mengemukakan bahwa “Ahasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar”. Proses belajar bukan hal yang dialami oleh siswa, suatu respon terhadap segala cara pembelajaran yang diprogramkan oleh guru. Dalam proses belajar tersebut guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evaluasi guru.
                        Adapun bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Dan dari tidak mengerti jadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohani dan unsur motoris adalah unsur jasmani. Bahwa seseorang sedang berpikir dapat dilihat dari raut mukanya dan sikapnya dalam rohani tidak dapat dilihat.
                        Menurut Qoemar Hamalik (2004 : 30) menyatakan “tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapaun aspek-aspek tersebut adalah :
1.      Pengetahuan                          6.      Emosional  
2.      Pengertian                             7.      Hubungan sosial
3.      Kebiasaan                             8.      Jasmani
4.      Keterampilan                         9.      Etis atau budi pekerti
5.      Apresiasi                               10.    Sikap

                        Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan dan perubahan tingkah laku yang dimiliki siswa selama proses belajar.
           
D.        Pembelajaran
            Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupkan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh murid sebagai peserta didik. Menurut Coreu (1986 : 195) “Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupkan subset khusus dari pendidikan
            Proses pembelajar pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, memotivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupkan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
            Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 : 297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secra aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dpat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik sebagai materi pelajaran.
            Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu apelajaran yang dapat mengmbangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami aberbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif  sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.
            Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle (1974 : 38) berada pada empat variabel interaksi yaitu : (1) variabel pertanda, (2) avariabel konteks, (3) variabel proses, (4) variabel produk.
2.         Teori Stimulus – Respon (Teori S – R)
            Dalam teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku relatif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon). http://www.Trimanjuniarso.wordpress.com
            Melihat faktor-faktor lingkungan stimulus dan hasil tingkah laku yang ada hubungannya antara respon, tingkah laku dan pengaruh lingkungan. Dengan memberikan stimulus maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus dan respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasaranya kelakuan anak adalah terdiri atas respon-respon tersebut dengan latihan-latihan maka hubungan tersebut semakin kuat. Inilah yang disebut S – R Bond Theory. Kelakuan tadi akan ditransfer kedalam situasi baru menurut hukum transfer tertentu pula.(Qoemar Hamalik, Op.Cit : 39)
            Hal yang sama seperti diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006 : 112)bahwa “Teori belajar behavioristik tentang belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang di tangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus respon ( S – R)”. oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus respon. Belajar adalah upaya untuk mebentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.
3.         Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam Kelompok Teori Stimulus - Respon
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan Stimulus –Respon  ini, diantaranya :
a.                  Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
  1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b.         Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c.                   Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.


d.                  Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
            Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dan situasi disekitar kita. Adalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal. Jadi, secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.




4.         Teori Stimulus – Respon Piaget
            Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemate (Schmas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktu kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya akan menyebutnya sebagai cecak besar, karena cecaklah yang selalu dilihatnya di rumah dan cecaklah yang paling dekat dengan stimulusnya.
            Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalm pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan  akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk  secara tidak langsung.
            Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi, agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.
            Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget mengemukakn bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu :
a.   Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun
b.   Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dngan sekitar umur 7 tahun
c.   tahap Operasi Konkrit, dari sekitar uamur 7 tahun asampai dengan umur 11 tahun
d.   Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya
                        Maka pada makalah ini penulis memakai tahap Operasi Formal karena masa SMA anak sudah berumur lebih dari 11 tahun. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret sudah tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Sebagai contoh, kita perhatikan eksperimen Piaget berikut ini :
                        Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “Pak Pendek” dan untaian penjepit kertas untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Klemudiana ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” mempunyai teman “Pak Tinggi”. Kemudian dikatakan apabila diukur dengan abatang korek api tinggi “Pak Pendek” empat batang, sedangkan tinggi “Apak Tinggi” enam batang korek api. Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah di atas, anak harus melakukan operasi terhadap operasi.
                        Anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah stimulus disertai oleh benda-benda konkret atau tidak, bagi anak pada tahap berfikir formal tidak menjadi masalah.
            5.         Materi Bentuk Pangkat
      A.        Bentuk pangkat Bulat positif
Definisi : jika a adalah bilangan real dan n adalah bilangan bulat positif lebih dari satu,maka a pengkat n (ditulis an) adalah perkalian n buah bilangan a. Definisi ini ditulis secara sederhana sebagai :
an = a x a x a x a…….x a x a
Bentuk an adalah bilangan berpangkat bulat positif, a disebut bilangan pokok atau basis dan n ( bilangan asli > 1) disebut eksponen.
Sifat-sifat bialngan berpangkat positif adalah sebagai berikut :
 Jika a dan b bilangan real serta n, p dan q bilangan bu;lat positif maka berlaku :
a.       ap x aq = ap+q
b.      ap : aq= ap-q dengan p> q
c.       (ap)q = apxq
d.      (axb)n= anxbn
e.        =  dengan b  0
f.        00 = 0


B.                 Bentuk Pangkat Bulat Negatif
Misalkan (a) dan b, maka an adalah kebalikan dari an atau sebaliknya
a-n­ =  atau an =
·        Bentuk pangkat nol
ao = 1, a











BAB III
PENERAPAN TEORI





                        Teori S – R adalah teori yang memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajran siswa baik faktor internal maupun eksternal. Maka sebelum pembelajaran dimulai guru sebagai pendidik harus mengetahui kondisi atau kedaan siswa sebagai peserta didik. Maka yang dilakukan dalam teori S-R adalah sebagai berikut :
A.        Permasalahan
                        Sebelum melaksanakan perencanaan tindakan dilaksanakan terlebih dahulu studi pendahuluan berupa diskusi dengan guru matematika yang bertujuan mengetahui masalah yang ada pada proses pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar matematika rendah.
B.        Perencanaan Tindakan
                        Pada tahap ini penulis membuat alternatif pemecahan masalah (perencanaan tindakan) dalam mengatasi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Pemecahan masalah yang dilakukan adalah :
1.      Membuat Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan teori S – R.
2.      Mempersiapkan sarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran, yaitu buku ajar siswa dan tes hasil belajar siswa materi bentuk pangkat.
3.      Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pembelajaran teori S – R.
                       
Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa pada makalah ini penulis menggunakan Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) dimana anak sudah bisa menggunakan simbol-simbol sebagai media ajar tanpa harus menggunkan benda nyata.
Maka jika menggunakan teori Stimulus – Respon Piaget, maka langkah-langkah yang harus dilakukan guru adalah :
1.      Memberikan manfaat bagi kehidupan jika memahami materi yang disampaikan. Ini berguna agar peserta didik mendapat stimulus yang baik untuk berusaha memahami materi yang akan di ajarkan.
2.      Memberikan gambaran (ingatan) tentang materi yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Seperti materi bentuk pangkat ini, di SMP telah dipelajari materi bentuk pangkat juga, maka guru sebagai pendidik kembali mengingatkan sekilas materi bentuk pangkat di SMP agar mendapat respon yang baik pada saat mengajar materi bentuk pangkat yang lebih rumit di SMA.
3.      Guru sebagai pendidik memberikan penjelasan materi yang akan di pelajari (Stimulus) agar siswa berpikir untuk mengerti materi yang disampaikan (Respon).
4.      Guru sebagai pendidik memberikan soal-soal atau contoh soal yang berkaitan dengan materi yang sudah bersifat abstrak tidak lagi konkret. Karena menurut Piaget siswa SMA sudah bisa menyelesaikan soal-soal yang berupa simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Seperti saat pendidik ingin mengajarkan Bilangan Pangkat peserta didik maka sesuai dengan teori S – R Piaget penerapannya adalah sebagai berikut.

Contoh 1 :
Pangkat Bulat Positif
Jika x4 = 16 dan y2 = 36, maka  hasil dari x – y adalah ….
Pada soal di atas peserta didik harus melakukan operasi terhadap operasi, untuk mengerjakannya perserta didik harus mencari nilai masing-masing x dan y. nilai x adalah akar pangkat empat dari 16 yaitu 2, dan untuk mencari nilai y adalah akar kuadrat dari 36 yaitu 6. Maka nilai x – y adalah 2 – 6 = -4. Maka pendidik tidak harus membawa benda nyata untuk menunjukkan pada peserta didik x4 = 16 dan y2 = 36. menurut Piaget Anak pada usia 11 tahuan lebih sudah dapat mengerjakan soal dengan hanya menggunakan simbol-simbol.
Contoh 2 :
Pangkat Bulat Negatif
Sederhanakan dan tulis tanpa pangkat negatif dari (5a)-2
                        Pada soal di atas peserta didik harus melakukan lebih dari satu operasi untuk menyelesaikannya. Pertama karena bilangan berpangkat negataif maka untuk merubah pangkat positif menjadi 1/(5a)2. Langkah kedua kuadratkan masing-masing suku pada penyebut, menjadi 1/25a2. Untuk menyelesaikan soal ini harus memiliki stimulus dari pelajaran SMP mengenai pangkat dua bilangan

                       
                       
















KESIMPULAN DAN SARAN




1.         Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah seminar matematika ini adalah Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon). Maka dengan memeperhatikan kondisi internal dan eksternal peserta didik akan lebih membantu dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa. langkah-langkah yang harus dilakukan guru adalah :
1.         Memberikan manfaat bagi kehidupan jika memahami materi yang disampaikan
2.         Memberikan gambaran (ingatan) tentang materi yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan
3.         Guru sebagai pendidik memberikan penjelasan materi yang akan di pelajari
4.         Guru sebagai pendidik memberikan soal-soal atau contoh soal yang berkaitan dengan materi
2.         Saran
                        Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memberikan  beberapa saran untuk memperbaiki kualitas hasil belajar matematika siswa, antara lain :
a.       Dalam memberikan pelajaran matematika, hendaknya seorang guru menggunakan teori S-R untuk meningkatkan hasil belajar
b.      Diharapkan kepada guru agar lebih memperhatikan kegiatan belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar, karena realitanya siswa kurang memahami pelajaran disebabkan  beberapa faktor seperti, bakat dan minat siswa yang kurang untuk mempelajari matematika, kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar dan anggapan siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, serta msih terdapat siswa yang malu atau takut bertanya kepada guru
c.       Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi guru atau mahasiswa yang ingin melakukan kajian yang berhubungan dengan teori S-R untuk perbaikan kualitas pembelajaran
d.      Dapat merasakan suasana yang menyenangkan dan memperoleh pengalaman berbeda dari suasana belajar sebelumnya, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan minat belajar matematika dan lebih memotivasi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan maksimal dengan menggunakan teori S-R yang akhirnya membentu memaksimalkan hasil belajar siswa.












DATAR PUSTAKA





Abdurrahman, Mulyono, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:Rhineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Rhineka Cipta
Marpaung, Zulfah, (2009), Penerapan Pembelajaran dengan Teori Stimulus-Respon Untuk Meningkatkan Hasil belajar siswa T.P 2009/2010, Medan: Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN
Sinulingga, Petra, (2007), Penerapan Pengajaran dengan Metode Stimulus-Respons Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Logaritma di Kelas X SMA Swasta Arakyat Sei Glugur Pancurbatu T.P 2007/2008, Medan: Mahasiswa FMIPA UNIMED
Slameto,(2003), Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:Rineka Cipta.
Suryosubroto, B, (2002), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta:Rineka Cipta
Suryadi (www.Kompas.com)











DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR  ..........................................................................           i
DAFTAR ISI .........................................................................................           ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................           1
            A.  Latar Belakang Masalah  ........................................................           1
            B.   Identifikasi Masalah ................................................................           4
            C.  Batasan Masalah  ...................................................................           4
            D.  Rumusan Masalah  .................................................................           4
            E.   Tujuan  ..................................................................................           5
            F.   Manfaat  ................................................................................           5
BAB II  KAJIAN TEORI .....................................................................           6
            1.   Pengertian-pengertian  ............................................................           6
                  A.  Belajar .............................................................................           6
                  B.   Kemampuan ....................................................................           7
                  C.  Hasil Belajar ....................................................................           7
                  D.  Pembelajaran ...................................................................           8
            2.   Teori Stimulus-Respon (S-R) .................................................           9
            3.   Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam
                  Kelompok Teori S-R .............................................................           10
                  a.   Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike .................           10
                  b.   Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov .......................           11
                  c.   Operant Conditioning menurut B.F Skinner .......................           11
                  d.   Social Learning menurut Albert Bandura ...........................           12
            4.   Teori Stimulus-Respon Piaget .................................................           13
            5.   Materi Bentuk Pangkat ...........................................................           14
                  A.  Bentuk Pangkat Bulat Positif .............................................           14
                  B.   Bentuk Pangkat Bulat Negatif ...........................................           15
BAB III PENERAPAN TEORI ...........................................................           16
            A.  Permasalahan .........................................................................           16
            B.   Perencanaan Tindakan ...........................................................           16
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................           19
            1.   Kesimpulan ............................................................................           19
            2.   Saran .....................................................................................           20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................           iv


 LEBIH LENGKAP KLIK DISINI

Posting Komentar

Amazon