Adsense

Diberdayakan oleh Blogger.
Our Blog

Teori belajar kognitif

Posted on 08/12/10

TEORI BELAJAR PERKEMBANGAN KOGNITIF
Teori Kognitif Dari Piaget
a.       Konsepkonsep dasar teori Piaget
1.      Adanya perubahan kualitatif yang diakibatkan oleh factor biologis, penyesuaian dengan liungkungan hidup, adanya system yang mengatur dari dalam yang tetap sepanjang perkembangan, merupakan pendekatan biologis.
2.      Tinjaunannya tentang perkembangan mental (kognitif) dari bayi sampai dewasa, melalui interaksi antara anak dengan lingkungan sosialnya. Ditekankan oleh Piaget bahwa perkembangan kognitif bukan hanya dari kematangan organisme, dan bukan hanya selalu pengaruh lingkungan, tetapi interaksi anak dengan lingkungan sangat menentukan tahapan perkembangan kognitifnya. Pencapaian tahapan itu urut, tidak bervariasi, namun tidak sama waktunya bagi setiap anak.
3.      Teori Piaget disebut teori kognitif karena pembahasannya mengenai masalah kognisi. Pengertiannya kognisi tidak hanya meliputi kemampuan berpikir saja, melainkan termasuk aspek-aspek: persespsi, ingatan, berfikir, symbol, penalaran dan pemecahan masalah (Singgih D. Gunarsa, 1981).
4.      Sebagai teori piaget yang lain, perbedaan kognitif bukanlah kuantitatif tetapi kualitatif. Hal ini dikemukakan oleh Piaget bahwa pada umur tertentu anak mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mengerti dan menangkap hal yang bersifat sederhana.


b.      Teori Piaget tentang perkembangan kognitif
Setiap orientasi Piaget sangat berkenaan dengan hakekat intelegensi, struktur dan fungsinya. Tujuan pokok dari penyelidikan Piaget adalah untuk menentukan apakah yang merupakan intelegensi itu. Berikut merupakan beberapa definisi Piaget tentang pengertian intelegensi:
-        Intelegensi adalah adaptasi biologis yang istimewa.
-        Intelegensi adalah Bentuk dari ekuilibrium yang diarahkan kepada adaptasi yangberturut turut dan pertukaran antara organisme dan lingkungannya.
-        Intelegensi melibatkan kemampuan intelektualitas (Ginsburg & Opper, 1979).

Jadi Piaget merumuskan intelegensi sebagai adaptasi biologis, ekuilibrium, antara individu dan lingkungannya, dan seperangkat kegiatan mental yang memungkinkan keseimbangannya.Definisi piaget ini kurang memberi arti tentang pengaruh perasaan (emosi), mesikup dia juga mengakui tidak ada perbuatan yang tidak terlepas dari perasaan (emosional) seperti halnya aspek dorongan (motivasi). Pada pokoknya Piaget mengabaikan peranan emosi dalam struktur intelek. Disini pengaruh biologis nampak dengan digunakannya istilah : npertumbuhan, slage, adaptasi, ekuilibrium, pada teori Piaget tentang intelegensi (Ginsburg & Opper, 1979).
Menurut Piaget intelegensi adalah atribut untuk semua jenis kehidupan. Intelegensi mempunyai ciri : struktur & adaptasi. Oleh karena itu jenis problem yang di pecahkan oleh individu tergantung kepada struktur intelektualnya. Menurut dia, perkembangan intelektual terdiri dari perubahan yang bersifat progresif dan berurutan dalam struktur intelegensi yang dipengaruhi oleh heriditas dalam 3 cara:
1.      Struktur fisik yang diturunkan
2.      Reaksi tingkah laku diturunkan
3.      Kemasukan struktur fisik

Piaget mendasarkan teori kognitifnya pada 2 hal yang pokok :
1.      Fungsi
2.      Struktur (Philips Jr, 1969)
Fungsi adalah bersifat tinggal tetap, sedang struktur bersifat berkembang secara sistematis. Piaget juga mengemukakan istilah content, yang dimaksud adalah stimuli dan respon yang dapat diamati. Tetapi menurut Philips Jr(1969) content itu dapat diartikan fungsi dan struktur dalam arti abstrak.
Struktur menunjukan sifat yang sistematis terhadap suatu kejadian, baik internal maupun eksternalnya. Tiap-tiap kejadiannya berhubungan dengan kejadian yang lain yang disebut oleh Piaget sebagai struktur (schemata). Sedang fungsi terdiri dari organisasi dan adaptasi, setiap perbuatan selalu diorganisasi dan aspek dinamis dari organisasi itu adalah adaptasi.
Bagan struktur dan fungsi :

Keterangan
Schema
adalah pola-pola yang teratur yang diperoleh dari lahir, yang melatar belakangi tingkah laku yang diperlihatkan. Ketika lahir anak mempunyai banyak skema dan skema-skema ini berlangsung menjadi lebih kompleks dan lebih tingi tingkatannya (Singgih D. Gunarsa, 1982).
Sebagai contoh adalah reflek-reflek dan tingkah laku lain yang dibawa sejak lahir; tetapi ada juga skema yang diperoleh karena pengalaman (Ginsburg & opper,1979).
Karena ini merupakan unit dasar dalam kognisi, bicara dan tingkah laku sehingga dari ini terdapat skema kognitif, skema verbal, dan skema tingkah laku (Good, 1977).
Kecenderungan mengatur tingkah laku dan berfikir serta mendapatkan merupakan hasil struktur psikologis yang berbeda-beda pada umur yang berbeda pula, misal pada anak mengemut ibu jari dan akhirnya mejadi sebuah kebiasaan.

Adaptasi
Semua organisme akan berusaha menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan cara yang berbeda-beda setiap individu.
Karena berhubungan dengan perjuangan hidup maka dalam adaptasi diperlukan fungsi-fungsi kognitif agardapat berlangsung dengan baik (Singgih D. Gunarsa, 1982). Karena itu adaptasi sebagai bagian diri.
Adanya pengalaman-pengalaman adaptasi menyebabkan perkembangan dari skema-skema baru terutama melalui eksplorasi trial and eror, namun kebih banyak melalui eksperimentasi yang sistematik (Good, 1977).
Adaptasi terdiri dari 2 proses yaitu assimilasi dan akomodasi:
-        Assimilasi
Terjadi bilamana suatu organisme menggunakan sesuatu dari lingkungan dan menggabungkannya. Misalnya manusia memakan suatu makanan, getah perut merubah makanan itu  menjadi bentuk yang dapat diserap tubuh. Merupakan pemrosesan dimana stimulus tertentu dipecahkan secara otomatis, dengan menggunakan skema yang telah disusun.
-        Akomodasi
Adalah terjadinya perubahan pada subjeknya agar dapat menyesuaikan terhadap obyek yang ada diluar dirinya. Misalnya dalam hal makanan untuk melunakkan nya maka otot perut berkontraksi dengan beberapa cara.

Menurut  Piaget, adaptasi intelektual juga merupakan interaksi antara orang dengan lingkungannya, termasuk proses asimilasi dan akomodasi. Hubungan antara asimilasi dan akomodasi terjadi secara bersama-sama dan saling mengisi, satu sisi mengasimilasi kenyataan dari luar ke dalam struktur psikologisnya, sedang sisi lain mengubah struktur psikologisnya tersebut untuk menghadapi tekanan dari luar.

Prinsip Equilibrium
Berasal dari istilah dalam fisika yang menunjukan keseimbangan, keharmonisan dalam penyesuaian antara dua faktor (lebih), misalnya antara individu dengan lingkungannya  (Ginsburg & Opper, 1979)
Proses dimana struktur berubah dari keadaan satu ke keadaan lain disebut ekuilibrasi, dan mencoba untuk mengadakan pengaturan, penstabilan, dan pengertian terhadap pengalaman. Ini berarti bahwa manusia merasakan disekuilibrium seperti:ada keingin tahu,keinginan pemecahan masalah, menyebabkan manusia mengusahakan tingkahlaku yang ke adaptasi (Good, 1977).
Menurut Piaget, organisme cenderung kea rah ekuilibrium dengan lingkungan. Organisme menganut struktur menjadi pola yang stabil dan logis, efektif dalam interaksi dengan reaksi.
Cara-cara menghadapi dunia cenderung kea rah keseimbangan tertentu, dengan menggunakan pengalaman-pengalaman yang lalu dan memodifikasi pola-pola tingkah laku sekarang untuk memenuhi permintaan-permintaan situasi baru (Ginsburg & Opper,1979).

Teori belajar mengajar matematika

Posted on

TEORI BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagaisuatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interkasinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar, apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Hasil belajar dapat dilihat, diukur, atau dirasakan oleh seseorang yang belajar atau orang lain. Tetapi tidak demikian halnya dengan proses belajar. Terjadinya proses belajar pada diri siswa sebagai upaya untuk memperoleh hasil belajar sesungguhnya sulit untuk diamati karena ia berlangsung di dalam mental. Meskipun demikian, terjadinya proses belajar dapat diidentifikasi dari interaksi yang dilakukan oleh siswa dengan lingkungannya selama belajar. Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan teori belajar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, teori belajar itu menyatakan hukum-hukum/prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar. Di dalam teori belajar terkandung dua hal yakni: (a) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada peserta didik (secara psikologis/intelektual) dan (b) uraian tentang kemampuan intelektual peserta didik mengenai hal-hal yang dapat dipikirkan pada usia tertentu. Sedangkan teori mengajar menyatakan hukum-hukum/prinsip-prinsip umum tentang bagaimana semestinya mengajar peserta didik. Jadi pada teori mengajar terdiri dari dua hal pokok yakni prosedur dan tujuan mengajar.
Meskipun secara prinsip terdapat perbedaan sudut pandang antara teori belajar dan teori mengajar, namun pada pelaksanaannya kedua teori tersebut tidak dapat dipisahkan, keduanya dapat diumpamakan sebagai dua sisi mata uang logam. Hal ini bermakna bahwa, setiap peristiwa mengajar selalu terjadi peristiwa belajar (bagaimanapun kadar intensitasnya), walaupun belum tentu terjadi sebaliknya, sebab belajar dapat dilakukan secara sendiri (self learner). Dengan mengetahui berbagai teori belajar-mengajar, guru dapat mengetahui kemampuan berpikir yang telah dimiliki dan memahami proses terjadinya belajar pada peserta didik.
Dengan demikian guru mengetahui bagaimana menciptakan kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran. Disamping itu guru akan mengerti bagaimana seharusnya memberikan stimulasi sehingga peserta didik suka belajar, dan guru juga dapat memprediksi secara tepat dan beralasan tentang keberhasilan belajar peserta didiknya.

Castle Band

Posted on

Ini lagu kiriman dari Agus yang ingin lagunya di promosii. Oke bagi pembaca blog silahkan di denger lagu nya ya
1. Akustik Version Bukan Mainanmua Clik here
2. Band Version Semoga Kau Bahagia Clik Here

contoh proposal penelitian

Posted on 27/11/10

JUDUL : “STUDI PERBANDINGAN INTENSITAS BELAJAR SISWA LAKI-
                 LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP HASIL BELAJAR DI SMA
                 NEGERI 1 MERANTI  T.A 2009/2010”.

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

            Penelitian di bidang pendidikan (Educational Reserch) belakangan ini memberi  perhatian yang sangat besar terhadap pebelajar dan proses belajarnya. Penelitian seperti ini didasari oleh kesadaran akan perlunya pemahaman proses belajar dari sudut pandang pelajar, bukan semata mata dari sudut pandang guru dan ilmu pendidikan saja. Menurut Boekarts (1998:13), pemahaman pebelajar sebagai individu dalam belajar merupakan sebuah langkah penting dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar. Dalam hal ini siswa dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan perempuan, dari kedua jenis kelami ini siapa yang lebih unggul dalam berprestasi.
            Fakta kebudayaan dan adat istiadat masyarakat timur memberi proritas lebih aktif pada kaum laki-laki. Hal ini pernah diungkap oleh Toru Serizawa (1992:30) bahwa:
“Di dalam masyarakat timur yang masih banyak menuruti adat istiadat kaum leluhurnya berpendapat bahwa laki-laki harus aktif mencari nafkah di luar, sedang wanita lebih aktif mengurus rumah tangga”.

      Ditinjau dari sudut pembudayaan di Indonesia terdapat kecenderungan untuk mengatakan bahwa laki-laki harus \lebih unggul dalam berprestasi. Pernyataan ini dikemukakan bahwa sebelum zaman kemerdekaan, kaum perempuan dibatasi hak-hak mereka, sehingga perbedaan peranan antara laki-laki dengan perempuan sangat jelas dalam berbagai hal.
      Namun demikian,dengan pandangan yang optimis beliau lebih lanjut mengatakan (1992:48) bahwa :
      Dari segi pelajaran disekolah umumnya siswa perempuan lebih unggul,sebab mereka lebih rajin belajar disbanding siswa laki-laki yang suka keluyuran selesai jam sekolah.
            Uraian tersebut mudah diterima secara logis dengan melihat kebiasaan-kebiasaan belajar yang dilakukan siswa laki-laki dan perempuan dalam rangka pembelajaran. Berbeda dengan John Locke yang dikenal dengan “Teori Tabularasa”. Menurut teori ini bahwa anak yang dilahirkan itu keadaannya masih bersih, tidak mengandung apa-apa, tidak ada pembawaan apa-apa. Dengan demikian menurut teori ini antara laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi dalam berbagai bidang.
            Sementara itu Kartini Kartono (1980:145) mengungkapkan bahwa :
Pada masalah masalah ilmiah, wanita lebih konsekuen dan lebbih akurat daripada kaum laki-laki. Para nahasiswi akan membuat catatan-catatan dan diktat-diktat perkuliahan yang lebih lengkap dan lebih teliti daripada mahasiswa putra. Tetapi pada umunya catatan tersebut kurang kritis, karena mereka kurang bisa membedakan antara bagian –bagian yang penting dengan bagian yang kurang pokok.
Di sisi lain Kartini Kartono (1980:180), mengemukakan bahwa :
Betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi wanita, namun pada intinya wanita itu hampir-hampir tidak pernah mempunyai minat yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti kaum laki-laki. Hal ini antara lain bergantung pada struktur otaknya. Jadi, anita pada umumnya lebih tertarik pada hal-hal yang praktis antara lain masalah rumah tangga, dan kehidupan sehari-hari.

            Tinjauan keunggulan prestasi laki-laki dan perempuan dapat disebabkan dari berbagai segi antara lain, intensitas belajarnya. Intensitas yang dimaksud adalah giat , kuat, kehebatan (Poerwadarminta, 1998:381) Ditinjau dari minat dan frekuensi belajar, Intensitas belajar setiap orang berbeda-beda khususnya antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena umumnya laki-laki lebih sering berada di luar rumah ketika pulang sekolah dibanding dengan perempuan yang lebih banyak berada di rumah. Hal ini dapat berpengaruh terhadap aktifitas belajar dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil belajar mereka.

B. Identifikasi Masalah
            Dari uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah:
1.      Kebudayaan dan adat istiadat masyarakat timur memberi prioritas lebih aktif pada laki-laki
2.      Wanita pada umumnya lebih  tertarik pada hal-hal yang praktis
3.      Pebelajar laki-laki suka keluyuran selesai jam sekolah
4.      Intensitas belajar setiap orang berbeda beda
5.      Dari segi pelajaran di sekolah umumnya siswa perempuan lebih unggul dari siswa laki-laki

C. Batasan Masalah
            Dari identifikasi masalah di atas banyak permasalahan yang muncul dan membutuhkan penelitian tersendiri. Untuk memperjelas dan mengarahkan yang akan diteliti maka masalah penelitian ini hanya dibtasi pada perbandingan intensitas belajar siswa Laki-Laki dan Perempuan terhadap hasil belajar SMA NEGERI 1 MERANTI.

D. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Apakah ada perbedaan intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
2.      Apakah ada pengaruh intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
3.      Apakah intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan secara bersama-sama mempengaruhi hasil belajar mereka

E. Tujuan Penelitian
            Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah ada perbedaan intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
2.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh intensitas belajar siswa laki-laki terhadap hasil belajarnya
3.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh intensitas belajar siswa perempuan terhadap hasil belajarnya
4.      Untuk mengetahui apakah intensitas belajar siswa laki laki dan perempuan secara bersama sama mempengaruhi hasil belajar mereka

F. Manfaat Penelitian
1.      Sebagai masukan bagi siswa dan guru, tentang pengaruh intensitas belajar terhadap hasil belajar
2.      Mencari alternatif dalam meningkatkan intensitas belajar siswa
3.      Sebagai motivasi bagi siswa untuk berkompetisi dalam belajar matematika
4.      Dapat mengambil pengalaman dari kelompok mahasiswa laki-laki dan perempuan yang lebih unggul dalam berprestasi

BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.   Kerangka Teoritis
1.      Intensitas Belajar
Intensitas belajar adalah giat, kuat, kehebatan seseorang dalam belajar, (poerwadarminta (1998:381), dalam penelitian ini intensitas yang dimaksud ditinjau dari minat belajar, frekuensi belajar, dan keaktifan belajar.
a.                   Minat Belajar
Mappiare (1982;62) mengatakaan bahwa ;
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan,pendirian, prasangka, rasa takut atau  kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa minat terbentuk dari berbagai kompenen. Dengan demikian untuk menimbulkan minat perlu pula diatur kondisi dari objek yang ikut membangunnya.
Dengan terbentuknya minat pada diri seseorang, akan berdampak positif terhadap pembentukan konsenterasi pikirannya baik dalam rangka minat belajar maupun pada hal yang lain. Keadaan yang demikian pernah diuraikan oleh The Liang Gie (1996;8) beliau mengatakan :
Minat merupakan salah satu yang memungkinkan konsentersai pikiran seseorang dapat sehari penuh memuaskan pikirannya bermain catur karena ia mempunyai minat besar terhadap itu. Minat selalu memungkinkan pemusatan pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam belajar. Keriangan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan juga membantunya untuk tidak mudah melupakan apa yang dipelajari itu, maka dari itu minat sangat berpengaruh sekali prestasi siswa.

Betapa besar peranan minat dalam belajar. Dengan mempunyai minat yang besar, seseorang selalu ingin mengetahui tentang apa yang dipelajarinya. Siswa yang ingin tinggi minat belajar matematikanya misalnya akan merasa senang dan tidak merasa bosan dengan belajar matematika, bahkan waktunya tidak terasa telah dihabiskan dengan mengerjakan soal-soal  matematika, dan berlaku sebaliknya jika tidak mempunyai minat maka waktu yang sebentar akan terasa lebih lama.
Tentang hubungan minat dengan intensitas belajar, Koestoer Partowisastro (1979:4) pernah mengatakan bahwa :
Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas, kegiatan kurangnya intensitas menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan kurangnya minat terhadap hal itu.
Dari uraian tersebut terlihat adanya hubungan sebab akibat antara minat dan hasil belajar. Di satu sisi minat yang besar akan berdampak pada hasil belajar yang lebih baik, demikian juga sebaliknaya, jika hasil yang diperoleh kurang memuaskan akan berakibat pada kecenderunagn penueunan minat terhadap apa yang dipelajari.
Oleh sebab itu guru sebagai pemegang kedali pembelajaran harus dapat menarik perhatian siswa sepenuhnya terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari. Bila kondisi tersebut tidak dapat diupayakan maka hasil belajar akan jauh dari yang diharapkan. Menyadari betapa pentingnya menarik minat siswa dalam proses belajar mengajar, Soegarda Poerbakawatja (1976/:182) mengatakan bahwa
Tiap-tiap pembelajaran harus dapat menarik minat murid-murid, minat merupakan suatu kaidah pokok dalam didaktik.
Sedangkan mengenai perbedaan minat pria dan wania Mappiare (1982:63) mengatakan bahwa :
Beberapa penilitian demikian nampak dalam kenyataan, terdapat perbedaan yang besar antara objek minat remaja putra dengan objek minat remaja putrid. Misalnya dalam bentuk-bentuk permainan, pekerjaan yang ditekuninya, pengisian waktu luang dan sebagainya.
Dari pendapat itu perbedaan gender juga mempengaruhi perbedaan minat antara pebelajar laki-laki dan perempuan.
b.                  Frekuensi belajar
Dalam usaha meningkatkan prestasi belajar, selain menaruh perhatian besar terhadap materi yang dipelajari perlu juga dibarengi dengan usaha yang nyata (praktek belajar) yang berupa memperbanyak membaca, latihan dan sebagainaya. Dengan kata lain bahwa untyk meningkatkan prestasi belajar siswa harus mempertinggi frekusnsi belajar. Frekuensi belajar disini mempunyai arti sebagai derajat aktifitas siswa dalam belajar termasuk di dalamnya waktu belajar, kegemaran membaca buku, hobi mengerjakan soal-soal.
Tinggi rendahnya frekuensi belajar akan mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh, jika frekuensi belajar optimal  maka hasilnya ceenderung meningkat. Pernyataan adanya hubungan yang positif abtara frekuensi dan hasil belajar didukung oeh teori belajar asosiasi yang dipopulerkan oleh Edward Lee Thorndike ini menekankan factor kesiapan (law of readness), latihan (law of exercise), dan hasil yang menyenangkan atau hukum akibat (law of effect).

1.      Hukum kesiapan (law of readiness)
Hukum kesiapan meneragkan bagaimana kesiapan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Dari teori yang dikemukakan Thorndike mengenai hukum kesiapan dapat kita simpulkan bahwa seseorang akan berhasil dalam belajar apabila orang tersebut betul-betul telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.

2.      Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menyatakan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah pengulangan. Semakin sering stimulus respon terjadi, maka akan semakin kuat hubungan yang terjadi. Kalau pengulangan sering dilakukan maka hubungan antara stimulus dan respon akan bersifat otomatif. Sebaliknya makin jarang hubungan stimulus dan respon dilkukan malah makin lemah pula hubungan yang terjadi. Bila suatu konsep dalam matemaika dipelajari secara berulang ulang maka konsep tersebut akan lebih mudah untuk dikuasai.

3.     Hukum akibat (Law of effect)
            Hukum akibat mengatakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh untuk tindakan yang serupa. Bila hubungan stimulus dan respon diikuti dengan peristiwa yang sesuai hubungan yang terjadi menjadi meningkat kekuatannya, sebaliknya seandainya peristiwa yang tidak sesuai mengiringi hubungan tadi, kekuatn hubungan tersebut menjadi berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sehingga menyenangkan hati orang tersebut, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya untuk setiap tindakan yang menimbulkan rasa tidak senang,cenderung akan dihindarinya.
            Seorang siswa yang sudah berusaha secara maksimal akan merasa terpukul jika nilai yang diperolehnya tidak memadai, sebaliknya seorang siswa yang kurang belajartidak akan merasa bangga jika memperoleh hasil yang lebih baik (tidak sesuai dengan usahanya). Oleh sebab itu penilaian yang diberikan oleh guru haruslah benar benar objektif mencerminkan kemampuan siswa, bukan penilaian yang berdasarkan pada pertimbangan suka atau tidak suka (objektif).
            Kesimpulan yang dapat diambil sehubungan dengan intensitas belajar yang ditinjau dari frekuensi belajar adalah bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar, siswa harus memaksimalkan frekuensi belajarnya. Hal ini mesti pula disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik mengenai materi pelajaran maupun cara penyampaian dengan tetap berpedoman pada hukum kesiapan, latihan, dan hukum akibat atau hukum yang menyenangkan.

2.    Perbedaan individu dalam belajar
            Penelitian yang memfokuskan pada perbedaan individu ini sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya yanglebih menekankan pada berbagai strategi/tehnik atau metode mengajar dan pengaruhnya terhadap kualitas belajar.
            Ada beberapa faktor perbedaan individu yang memiliki peran dalam belajar yaitu :
a.   Gender
            Penelitian atas gender dan hubungan dengan belajar diperoleh oleh kaum feminist atas reaksi ketidakadilan oleh kaum perempuan dalam kesempatan dan perlakuan di bidang pendidikan. Pada saat itu siswa perempuan dianggap telah menjadi korban dari diskriminasi sistematis dari siswa dan guru laki-lakimaupun system pendidikan dan sekolah. Mata pelajaran dibedakan menjadi dua yaitu mata pelajaran yang maskulin karena lebih cocok untuk laki-laki (misalnya sains dan matematika), dan mata pelajaran feminime karena lebih cocok untuk perempuan (misalnya bahasa dan sejarah) (Francis,2000:5)
            Selanjutnya dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam belajar bahasa asing, pebelajar perempuan memiliki pola strategi yang berbeda secara signifikan dengan pebelajar laki-laki. Beberapa perbedaan yang ditemukan antara lain,
Ø      Pebelajar perempuan lebih peka terhadap suar dan ucapan dalam belajar bahasa asing dan mengasosiasikan apa yang didengar dengan benda atau gambaran yang ada dalam imajinasinya
Ø      Pada saat bercakap-cakap dengan penutur aslinya, pebelajar perempuan lebih sering meminta pembicara untuk mengulangi atau mengatakan sekali lagi kata-kata atau ekspresi yang baginya kurang jelas
Temuan di atas menunjukkan bahwa perbedaan gender yang memiliki peran dalam pencapaian hasil belajar karena pebelajar laki-laki dan perempuan punya kecenderungan untuk memilih strategi yang berbeda untuk mempelajari sesuatu yang sama.

b.   Persepsi dan Ekspektasi
            Shen dan Pedulla (2000:1) mendefinisikan persepsi sebagai cara pandang siswa terhadap suatu mata pelajaran yang kemudian menghasilkan suatu penilaian atau ramalan apakah mata pelajaran itu akan bisa dipelajari, seberapa besar kemungkinanya untuk berhasil dalam belajar, apa manfaat yang akan didapat dari mempelajari mata pelajaran tersebut, serta masalah apa yang mungkin akan dialaminya pada saat mmpelajarinya. Dengan kata lain persepsi adalah semacam kesadaran secara psikologis tentang manfaat belajar sesuatu baik sebelum, pada saat maupun sesudah mengalami proses belajar.
            Pemahaman terhadap persepsi siswa tentang performa akademiknya pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan langkah awal yang penting untuk meningkatkan kualitas belajar. Menurut Boekarts (1998:13) persepsi akan mengarahkan siswa belajar. Hubungan antara persepsi dan kemampuan akademis sangatlah kuat (Byrne, 1984;itamermen, 1994). Selanjutnya Boekarts mengatakan bahwa persepsi memiliki peran dalam membentuk ekspektasi belajar. Yang dimaksud ekspektasi disisni adalah pendapat pribadi tentang apa yang akan dapat dicapai di masa mendatang apabila berhasil mempelajari suatu subjek tertentu. Keterhubungan antara pesepsi dan ekspektasi bisa digambarkan secara berikut. Seorang siswa merasa bahwa matematika sangt penting untuk dipelajari (persepsi) karena kalau dia memiliki keterampilan dalam matematika yang bagus maka dia akan dengan mudah mendapat pekerjaan di bidang pendidikan (ekspektasi)

c.   Sikap (Attitude)
            Banyak penelitian dirancang untuk menemukan hubungan atau pengaruh satu atau lebih factor perbedaan individu terhadap hasil belajar. Corbin and Chiachiere (1997) yang melakukan penelitian entang hubungan antara sikap (attitude) dengan hasil belajar (achievement) terhadap 349 siswa SMA menemukan bahwa sikap berpengaruh terhadap hasil belajar. Lebih jauh peneliti ini menemukan bahwa gender dan lama belajar juaga mempengaruhi hasil belajar secara signifikan. Wrigh (1999) juga menemukan bahwa gender merupakan “predictor” terkuat dari attitude. Dengan kata lain perbedaan gender berkorelasi terhadap perbedaab attitude.

d.   Motivasi
            Ada beberapa cara pengklasifikasikan motivsi salah satunya adalah motivasi intrinsik dan ekstrinsik (Fisher,1990; Stipek,2002) yang pertama didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan atau belajar sesuatu, sementara itu motivasi ekstinsik mengacu pada dorongan yang berasal dari luar individu yang menyebabkan melakukan/belajar sesuatu.
            Saaban and Gaith (2000) menggunakan instrument penelitian berupa ‘motivation scale’ terhadap 180 mahasiswa yang berasal dari Libanon  dan sedang belajar di Amerika untuk mengetahui motivasi, usaha, ekspektasi, dan persepsinya terhadap kemampuan belajar. Peneliti ini menemukan bahwa mahasiswa Libanon di Amerika memiliki motivasi intregatf dalam belajar yang tercerin dari usaha, strategi, ekspektasinya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Selain itu juga ditemukan bahwa mahasiswa perempuan memilii motivasi yang lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki.

e.   Kemampuan Belajar
            Meskipun kesadaran setiap individu berbeda dalam belajar, sampai saat ini sekolah atau system pendidikan masih memperlakukan semua siswa sama. Dengan kata lain semua siswa dianggap/diasumsikan memiliki kemampuan dan potensi yang sama dalam belajar. Akibatnya, semua siswa yang diajar dengan cara yang sama mengacu pada buku teks atau materi belajar yang sama,mereka juga diharuskan mengerjakan pekerjaan/tes yang sama dan melalui proses belajar yang sama. Dalam waktu atau jadwal yang sama, siswa dianggap sudah dapat mempelajari sejumlah materi yang sama (Guild.2001). Pendapat ini sejalan dengan pendapat skehean (1989) yang mengatakan bahwa pada penelitian tindakan kelas, semua siswa diasumsikan sama dan proses belajar mengajar dianggap sebagai sesuatu yang universal. Pada kenyataannya, siswa di dalam sebuah kelas memiliki rentangan kemampuan belajar yang sangat luas tergantung dari berbagai factor baik yang bersifat internal maupun eksternal.
            Seorang guru pastilah pernah mengamati beberapa muridnya belajar dengan cepat dan jauh mengungguli teman-temannya yang lain. Banyak juga siswa yang kelihatannya lamban atau sulit mencapai target atau indicator yang sudah ditetapkan oleh guru. Guru umumnya menuduh siswa yang kurang berhasil mencapai target sebagai siswa yang malas, kurang semangat, atau bahkan bodoh. Padahal dengan mengacu pada factor-faktor perbedaan individual di atas, ketidakberhasilan siswa mungkin diakibatkan karena materi atau strategi dan mengajar tidak cocok atau apa yang dipelajarinya tidak berguna atau tidak menarik baginya.

f.   Srategi Belajar
            Strategi belajar sering diterjemahkan bagaimana kita belajar (how to learn). Jadi , strategi belajar matematika adalah bagaimana pebelajar mmilih tingkah laku yang memungkinkan mereka mendapat ilmu dan keterampilan matmatika yang merupakan target yang dipelajarinya.
            Strategi belajar yang diterapkan oleh pebelajar biasanya didasari oleh penggunanya. Selain itu strategi bisa diubah dan disesuaikan dengan tujuan belajar. Karena sifatnya yang fleksibel dan pemakainya menyadari tentang pilihan strategi yang dipakainya, maka strategi belajar merupakan salah satu variable perbedaan individu.
            Penelitian kelas yang bertujuan meningkatkan mutu hasil belajar sekarang ini telah mengalami pergeseran focus, dari guru dan PBM menjadi pebelajar dan proses belajarnya. Perubahan ini erat hubungannya dengan  berkembangnya ilmu perbedaab individual (Individual Differences/ID) dimana pebelajar sebagai makhluk individu memiliki keunikan tersendiri dalam belajar. Individu satu dan lainnya memiliki perbedaan dari segi gender (laki-laki dn perempuan), persepsi dan ekspektasi belajar, sikap, motivasi, kemampuan belajar, maupun strategi belajar.

3.   Perbedaan Karakter Pria dan Wanita
            Ada perbedaan-perbedaan yang penting dalam karakter pria dan wanita, hal ini diakui orang sjak beribu-ribu tahun yang lalu. Baik ahli-ahli pemikir maupun buku-buku agama memaparkan hali ini. Orang pun tidak pernah berkata, bahwa secara fisik maupun psikis wanita itu sama dengan laki-laki.
Pada abad ke-19, terutama dibawah pengaruh gerakan-gerakan wanita yang secara sadar dan teratur memperjuangkan hak-hak persamaan atau emansipasi, orang berusaha menghilangkan perbedaan yang hakiki antara wanita dan laki laki. Terutama dalam usaha memperjuangkan persamaan hak-hak dan kewajiban bagi wanita sebagai manusai yang berderajat sama dengan laki-laki, dan sama kedudukannya sebagai warga Negara. Namum, betapapun kuat pergerakan feminisme ini, orang meyakini adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental di antara hakikat dan sifat-sifat wanita dan pria.
      Menurut Heymans (dalam Kartini Kartono, 1980:143) mengatakan bahwa:
   Perbedaan laki-laki dan wanita itu terletak pada lebih kurang atau lebih banyaknya sifat-sifat sekundaritas, emosional, dan aktifitas dari fungsi-fungsi. Pada kaum wanita ada cukup fungsi sekunder, yang bukannya terletak pada intelek, akan tetapi pada perasaan. Oleh karena itu, nilai perasaan daripada pengalaman-pengalaman akan lebih lama berpengaruh terhadap struktur kepribadian wanita daripada laki-laki.
            Di dalam suatu lingkungan cultural tertentu itu selalu terdapat banyak bentuk tingkah laku, perbuatan, cara berpikir, dan gerak-gerik ekspresif yang khusus dilakukan dengan cara-cara yang feminism atau khusus kelaki-lakian. Hal ini disebabkan karena ada relasi yang pribadi dengan lingkungan sekitar, yang kemudian diekspresikan ke luar dengan cara yang khas-spesifik kewanitaan atau kelaki-lakian. 
Perbedaan ekspresif tingkah laku ini tetap ada, walaupun laki-laki dan perempuan melakukan pekerjaan yang sama. Bahwasanya wanita itu pada hakikatnya bisa bekerja sama baiknya dengan kaum laki-laki, hal ini dibuktikan pada masa-masa Perang Dunia pertama dan kedua, berupa macam-macam pekerjaan terdepan dan di garis belakang. Namun, cara bekerja kaum wanita ternyata berbeda dengan kaum laki-laki, yaitu khas dengan sifat kewanitannya.
            Umpamanya saja, pada umumnya wanita-wanita tadi cenderung untuk mengeluarkan energi kerja yang berlebih-lebihan, atau cenderung bekerja terlalu berat (over worked) karena didorong oleh kesadarab yang sangat mendalam akan tugas kewajiban. Pada saat lain, wanita cenderung berlaku pasif, dan memilih pola tingkah laku “lebih baik mengalah” sebagai suatu mekanisme bela diri di tengah masyarakat yang lebih banyak dikuasai oleh kaum laki-laki.
            Sehubungan dengan perasaan halusnya dan unsure keibuannya yang penuh kelembutan yang dimiliki oleh wanita, Ahmadi dkk (1990) membedakan sikap hidup antara laki-laki dan perempuan.
Laki laki :
Ø      Aktif memberi
Ø      Cenderung memberikan perlindungan
Ø      Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat intelektual abstrak
Ø      Berusaha memutuskan sendiri dan ikut berbicara
Ø      Sifat objektif
Perempuan
Ø      Pasif dan menerima
Ø      Cebderung menerima perlindungan
Ø      Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat emosional dan konkrit
Ø      Berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua
Ø      Sifat subjekif
Wanita pada umumnya lebih bersifat hetero-sentris dan lebih bersifat social. Karena itu maka lebih menonjollah sifat kesosialannya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut ; sesuai dengan kodrat alaminya dan disebabkan oleh benyak mengalami duka-derita lahir bathin (terutama di waktu melahirkan bayinya) wanita itu lebih banyak tertarik pada kehidupan orang lain, terutama pada penderitaan orang lain.
Karena itu, ia senantiasa mencari objek perhatiannya di luar dirinya sendiri, yaitu terutama pada suami dan anak-anaknya, juga lingkungannya. Sebaliknya, kaum laki-laki mereka itu lebih bersifat egosentris dan lebih suka berpikir pada hal-hal yang lebih objektif dan esensial.
Maka perbedan laki-laki dan perempuan itu bukannya terletak pada adanya perbedaan-perbedaan yang esensial daripada temperamen atau karakternya, akan tetapi pada perbedaan susunan jasmaniahnya. Juga ada perbedaan dalam tujuan hidupnya secara hakiki, dan perbedaan fungsi sosialnya atau fungsinya di dalam masyarakat luas. Dengan demikian cuma terdapat perbedaan dalam nuansa kualitatifnya dan bukan perbedaan secara kuantitatif.

B.   Kerangka Konseptual
            Intensitas belajar merupakn salah satu factor yang mempengaruhi prestasi belajar, untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan maka harus dibarengi dengan usaha yang maksimal  agar memperoleh hasil yang memuaskan sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
            Intensitas yang dimaksud disini adalah giat, kuat, kehebatan. Giat dapat diartikan pada seberapa jauh frekuensi belajar dalam sehari, kuat merupakan sejauh mana minat dan semangat dalam belajar, sedangkan kehebatan dapat didefinisikan sebagai ketangkasan dalam belajar yang sangat erat kaitannya dengan daya nalar atau kecakapan seseorang dalam belajar.
            Baik secara biologis maupun individu siswa laki-laki dan perempuan memiliki fisik dan psikis yang berbeda yang memungkinkan perbedaan dalam hal ini belajar dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar mereka, Perbedaan-perbedaan itu meliputi gender, persepsi dan ekspektasi, sikap, motivasi, kemampuan belajar, dan strategi belajar.
            Menurut beberapa ahli, siwa perempuan lebih unggul dalam hal pembelajaran. Namun, ahli ini berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama dalam hal pembelajaran. Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan terhadap prestasi belajar

C.   Hipotesis
            Hipotesis berfungsi sebagai pemberi arah, pemandu, dan sebagai pedoman kerja dalam mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan penelitian. Hipotesis adalah sebuah dugaan sementara yang belum dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah
Ø      Ada perbedaan intensitas belajr siswa laki-laki dan perempuan
Ø      Ada pengaruh intensitas belajar siswa laki-laki terhadap hasil belajarnya
Ø      Ada pengaruh intensitas belajar siswa perempuan  terhadap hasil belajarnya
Ø      Intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan secara bersama-sama mempengaruhi hasil belajar mereka.




BAB III
METODE PENELITIAN
A.   Lokasi dan Waktu Penelitian
            Adapun yang menjadi lokasi dalam penelitian ini bertempat di SMA NEGERI 1 MERANTI dan waktu penelitian dimulai pada bulan Mei.

B.   Populasi dan Sampel
1.    Populasi
            Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran kualitatifnya dan pada karakteristik terteneu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas, atau populasi dapat pula diartikan sebagai keseluruhan objek dalam penelitian, Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa Kelas  XI pada SMA NEGERI 1 MERANTI T.A. 2009/2010 berjumlah 160 orang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa laki laki 70 orang dan perempuan 90 orang.

2.   Sampel
            Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili karakteristik. Dalam penentuan sample, penulis berpedoman pada pendapat Sugiyono (2008:124) yaitu pengambilan sample ditentukan secara sengaja (Purposive sumpling) dengan pertimbangan tertentu, pertimbangan disini adalah mengingat jumlah siswa laki-laki yang sedikit.Oleh karena itu penulis menentukan sample sebanyak 80 orang terdiri dari 40 orang siswa laki-laki dan 40 orang siswa perempuan.

C.   Variabel Penelitian dan Rancangan Penelitian
            Dalam penelitian ini ada 3 variabel yang akan dibahas :
              I.      Variabel bebas (X1)      :           Intensitas belajar siswa laki-laki
2.   Variabel bebas (X2)      :            Intensitas belajr siswa perempuan
      3.   Variabel terikat (Y)       :           Hasil belajar siswa
            Selanjutnya rancangan hubungan antar variable dam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini     

                                                                                                       
                       X1
                       

                                                                                                      Y
                                                                                                    
                       
                        X2

           Gambar Bagan Paradigama Hubungan Antara Variabel Penelitian.
D.   Instrumen Penelitian
            Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan angket
1)      Tes
Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essay tes yang berjumlah 10 soal dimana soal tersebut diambil dari buku panduan, sehingga tidak perlu diujicobakan karena dianggap sudah memenuhi validitas isi. Nana Sudjana (dalam Surianto 2001:15) mengatakan bahwa “Agar suatu tes memenuhi validitas isi, maka hal ini bisa dilakukan dengan cara menysusun tes yang bersunber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Disamping kurikulum, dapat juga diperkaya dengan melihat buku sumber”.
2)  Angket
Angket adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan oleh orang yang ingin diselidiki (responden). Dengan menggunakan angket kita dapat memperoleh fakta-fakta yang kita harapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam angket ini tergantung pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai Dalam membuat angket terlebih dahulu dibuat indicator-indikator yang disusun berdasarkan aspek masalah yang ditetapkan. Adapun indicator-indikator dalam angket ini mengenai intensitas belajar siswa.
Untuk menjawab responden diminta untuk memberi  tanda (X) pada suatu kategori jawaban yang disediakan, jumlah angket yang disusun peneliti dalam hal ini adalah sebanyak 15 butir pertanyaan.


E.   Teknik Analisa Data
            Teknik analisa data merupakan cara untuk mengolah data agar dapat dijadikan informasi dari penelitian yang telah dilaksanakan. Setelah data diperoleh maka diolah secara statistik dan dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.   Mendeskripsikan Data
            Mendeskripsikan data yaitu hasil data angket dan prestasi belajar siswa ditabulasikan dan digunakan untuk menghitung regresi multiple dari ketiga data.

b.   Uji Persyaratn Analitis
1.   Uji Normalitas
            Untuk uji normalitas digunakan uji Liliefours Sudjana (1996:466) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Data skor hasil belajar atau angket X1,X2,……….Xn dijadikan bilangan atau angka baku Z1,Z2,…………,Zn dengan rumus :
Zi =

Dengan X = skor rata-rata
              S= Simpangan baku
b.   Untuk setiap simpangan baku  dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
c.   Menghitung proporsi Z1,Z2,…………Zn yang lebih kecil atau sama dengan Z1 jika proporsi ini dinyatakan  S(Zi) maka :
      S(Zi)=
d.   Menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya.
e.   Menentukan Lo yaitu harga mutlak yang terbesar dari F(Zi)-S(Zi) dengan kriteria pengujian jika Lo hitung < Lo table untuk taraf nyata @=0,05, maka populasi diterima berdistribusi normal.
2.   Menentukan Persamaan Regresi linear
      a. Menentukan Persamaan Regresi Linear Variabel X1 terhadap Y
Untuk menentukan regresi linear variable X1 terhadap Y digunakan persamaan dengan rumus Sudjana (1996 : 315) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a)   Mencari harga a yang diperoleh dengan persamaan Sudjana (1996:315) yaitu
a =
Mencari harrga b yang dipeoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
      b =

               b)   Menentukan persamaan regresi linear Variabel X2 terhadap Y
                        Untuk menentukan regresi linear X2 terhadap Y digunakan persamaan dengan runus Sudjana ( 1996:315) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
¾    Mencari harga a yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
                     a=

¾    Mencari harga b yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
b=

c.   Menentukan Persamaan Regresi Linear variable X1 dan X2 terhadap Y digunakan dengan runus sudjana (1996:347) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
¾    Mencari harga a0 yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:349) yaitu
Ao=ý-a1X1-a2X2
¾    Mencari harga a1 yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:349) yaitu
a1=
¾    Mencari harga a1 diperoleh dengan persamaan , Sudjana (1996:349) yaitu
a2 =

3.   Uji Persamaan Linear
            a. Uji Persamaan Linear variable X1 terhadap Y
            Untuk menguji kelinearitasan regresi linear digunakan uji analisis varians menggunakan rumus Sudjana (1996:332) yaitu :
Sunber Variasi
dk
JK
KT
F
Total
Regresi
Regresi (b/a)
Residu
n
l
1
n-2
/n
JKreg=JK (b/a)
JK2res=

S2reg = (b/a)
S2res =
-
-
-
Tuna cocok

Kekeliruan
k-2

n-k
JK(TC)

JK(E)
S2 TC =
S2E =


            Jika a= 0,05 dk pembilang dan dk penyebut = n-k diperoleh Ftabel=F0,95(k-2,n-k) untuk uji kelinearan Fhitung < Ftabel bahwa hipotesis diterima








DAFTAR PUSTAKA

Trianto,  M.Pd. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:
Kencana
Depdkibud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikam Edisi Ke-7. Bandung: Alfabeta
Sujana, Nana. 1989, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Program Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Winkel, WS. 1984, Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedi

Amazon