Adsense

Diberdayakan oleh Blogger.
Our Blog

contoh proposal penelitian

Posted on 27/11/10

JUDUL : “STUDI PERBANDINGAN INTENSITAS BELAJAR SISWA LAKI-
                 LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP HASIL BELAJAR DI SMA
                 NEGERI 1 MERANTI  T.A 2009/2010”.

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

            Penelitian di bidang pendidikan (Educational Reserch) belakangan ini memberi  perhatian yang sangat besar terhadap pebelajar dan proses belajarnya. Penelitian seperti ini didasari oleh kesadaran akan perlunya pemahaman proses belajar dari sudut pandang pelajar, bukan semata mata dari sudut pandang guru dan ilmu pendidikan saja. Menurut Boekarts (1998:13), pemahaman pebelajar sebagai individu dalam belajar merupakan sebuah langkah penting dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar. Dalam hal ini siswa dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan perempuan, dari kedua jenis kelami ini siapa yang lebih unggul dalam berprestasi.
            Fakta kebudayaan dan adat istiadat masyarakat timur memberi proritas lebih aktif pada kaum laki-laki. Hal ini pernah diungkap oleh Toru Serizawa (1992:30) bahwa:
“Di dalam masyarakat timur yang masih banyak menuruti adat istiadat kaum leluhurnya berpendapat bahwa laki-laki harus aktif mencari nafkah di luar, sedang wanita lebih aktif mengurus rumah tangga”.

      Ditinjau dari sudut pembudayaan di Indonesia terdapat kecenderungan untuk mengatakan bahwa laki-laki harus \lebih unggul dalam berprestasi. Pernyataan ini dikemukakan bahwa sebelum zaman kemerdekaan, kaum perempuan dibatasi hak-hak mereka, sehingga perbedaan peranan antara laki-laki dengan perempuan sangat jelas dalam berbagai hal.
      Namun demikian,dengan pandangan yang optimis beliau lebih lanjut mengatakan (1992:48) bahwa :
      Dari segi pelajaran disekolah umumnya siswa perempuan lebih unggul,sebab mereka lebih rajin belajar disbanding siswa laki-laki yang suka keluyuran selesai jam sekolah.
            Uraian tersebut mudah diterima secara logis dengan melihat kebiasaan-kebiasaan belajar yang dilakukan siswa laki-laki dan perempuan dalam rangka pembelajaran. Berbeda dengan John Locke yang dikenal dengan “Teori Tabularasa”. Menurut teori ini bahwa anak yang dilahirkan itu keadaannya masih bersih, tidak mengandung apa-apa, tidak ada pembawaan apa-apa. Dengan demikian menurut teori ini antara laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi dalam berbagai bidang.
            Sementara itu Kartini Kartono (1980:145) mengungkapkan bahwa :
Pada masalah masalah ilmiah, wanita lebih konsekuen dan lebbih akurat daripada kaum laki-laki. Para nahasiswi akan membuat catatan-catatan dan diktat-diktat perkuliahan yang lebih lengkap dan lebih teliti daripada mahasiswa putra. Tetapi pada umunya catatan tersebut kurang kritis, karena mereka kurang bisa membedakan antara bagian –bagian yang penting dengan bagian yang kurang pokok.
Di sisi lain Kartini Kartono (1980:180), mengemukakan bahwa :
Betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi wanita, namun pada intinya wanita itu hampir-hampir tidak pernah mempunyai minat yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti kaum laki-laki. Hal ini antara lain bergantung pada struktur otaknya. Jadi, anita pada umumnya lebih tertarik pada hal-hal yang praktis antara lain masalah rumah tangga, dan kehidupan sehari-hari.

            Tinjauan keunggulan prestasi laki-laki dan perempuan dapat disebabkan dari berbagai segi antara lain, intensitas belajarnya. Intensitas yang dimaksud adalah giat , kuat, kehebatan (Poerwadarminta, 1998:381) Ditinjau dari minat dan frekuensi belajar, Intensitas belajar setiap orang berbeda-beda khususnya antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena umumnya laki-laki lebih sering berada di luar rumah ketika pulang sekolah dibanding dengan perempuan yang lebih banyak berada di rumah. Hal ini dapat berpengaruh terhadap aktifitas belajar dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil belajar mereka.

B. Identifikasi Masalah
            Dari uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah:
1.      Kebudayaan dan adat istiadat masyarakat timur memberi prioritas lebih aktif pada laki-laki
2.      Wanita pada umumnya lebih  tertarik pada hal-hal yang praktis
3.      Pebelajar laki-laki suka keluyuran selesai jam sekolah
4.      Intensitas belajar setiap orang berbeda beda
5.      Dari segi pelajaran di sekolah umumnya siswa perempuan lebih unggul dari siswa laki-laki

C. Batasan Masalah
            Dari identifikasi masalah di atas banyak permasalahan yang muncul dan membutuhkan penelitian tersendiri. Untuk memperjelas dan mengarahkan yang akan diteliti maka masalah penelitian ini hanya dibtasi pada perbandingan intensitas belajar siswa Laki-Laki dan Perempuan terhadap hasil belajar SMA NEGERI 1 MERANTI.

D. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Apakah ada perbedaan intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
2.      Apakah ada pengaruh intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
3.      Apakah intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan secara bersama-sama mempengaruhi hasil belajar mereka

E. Tujuan Penelitian
            Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah ada perbedaan intensitas belajar antara siswa laki-laki dan perempuan
2.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh intensitas belajar siswa laki-laki terhadap hasil belajarnya
3.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh intensitas belajar siswa perempuan terhadap hasil belajarnya
4.      Untuk mengetahui apakah intensitas belajar siswa laki laki dan perempuan secara bersama sama mempengaruhi hasil belajar mereka

F. Manfaat Penelitian
1.      Sebagai masukan bagi siswa dan guru, tentang pengaruh intensitas belajar terhadap hasil belajar
2.      Mencari alternatif dalam meningkatkan intensitas belajar siswa
3.      Sebagai motivasi bagi siswa untuk berkompetisi dalam belajar matematika
4.      Dapat mengambil pengalaman dari kelompok mahasiswa laki-laki dan perempuan yang lebih unggul dalam berprestasi

BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.   Kerangka Teoritis
1.      Intensitas Belajar
Intensitas belajar adalah giat, kuat, kehebatan seseorang dalam belajar, (poerwadarminta (1998:381), dalam penelitian ini intensitas yang dimaksud ditinjau dari minat belajar, frekuensi belajar, dan keaktifan belajar.
a.                   Minat Belajar
Mappiare (1982;62) mengatakaan bahwa ;
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan,pendirian, prasangka, rasa takut atau  kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa minat terbentuk dari berbagai kompenen. Dengan demikian untuk menimbulkan minat perlu pula diatur kondisi dari objek yang ikut membangunnya.
Dengan terbentuknya minat pada diri seseorang, akan berdampak positif terhadap pembentukan konsenterasi pikirannya baik dalam rangka minat belajar maupun pada hal yang lain. Keadaan yang demikian pernah diuraikan oleh The Liang Gie (1996;8) beliau mengatakan :
Minat merupakan salah satu yang memungkinkan konsentersai pikiran seseorang dapat sehari penuh memuaskan pikirannya bermain catur karena ia mempunyai minat besar terhadap itu. Minat selalu memungkinkan pemusatan pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam belajar. Keriangan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan juga membantunya untuk tidak mudah melupakan apa yang dipelajari itu, maka dari itu minat sangat berpengaruh sekali prestasi siswa.

Betapa besar peranan minat dalam belajar. Dengan mempunyai minat yang besar, seseorang selalu ingin mengetahui tentang apa yang dipelajarinya. Siswa yang ingin tinggi minat belajar matematikanya misalnya akan merasa senang dan tidak merasa bosan dengan belajar matematika, bahkan waktunya tidak terasa telah dihabiskan dengan mengerjakan soal-soal  matematika, dan berlaku sebaliknya jika tidak mempunyai minat maka waktu yang sebentar akan terasa lebih lama.
Tentang hubungan minat dengan intensitas belajar, Koestoer Partowisastro (1979:4) pernah mengatakan bahwa :
Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas, kegiatan kurangnya intensitas menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan kurangnya minat terhadap hal itu.
Dari uraian tersebut terlihat adanya hubungan sebab akibat antara minat dan hasil belajar. Di satu sisi minat yang besar akan berdampak pada hasil belajar yang lebih baik, demikian juga sebaliknaya, jika hasil yang diperoleh kurang memuaskan akan berakibat pada kecenderunagn penueunan minat terhadap apa yang dipelajari.
Oleh sebab itu guru sebagai pemegang kedali pembelajaran harus dapat menarik perhatian siswa sepenuhnya terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari. Bila kondisi tersebut tidak dapat diupayakan maka hasil belajar akan jauh dari yang diharapkan. Menyadari betapa pentingnya menarik minat siswa dalam proses belajar mengajar, Soegarda Poerbakawatja (1976/:182) mengatakan bahwa
Tiap-tiap pembelajaran harus dapat menarik minat murid-murid, minat merupakan suatu kaidah pokok dalam didaktik.
Sedangkan mengenai perbedaan minat pria dan wania Mappiare (1982:63) mengatakan bahwa :
Beberapa penilitian demikian nampak dalam kenyataan, terdapat perbedaan yang besar antara objek minat remaja putra dengan objek minat remaja putrid. Misalnya dalam bentuk-bentuk permainan, pekerjaan yang ditekuninya, pengisian waktu luang dan sebagainya.
Dari pendapat itu perbedaan gender juga mempengaruhi perbedaan minat antara pebelajar laki-laki dan perempuan.
b.                  Frekuensi belajar
Dalam usaha meningkatkan prestasi belajar, selain menaruh perhatian besar terhadap materi yang dipelajari perlu juga dibarengi dengan usaha yang nyata (praktek belajar) yang berupa memperbanyak membaca, latihan dan sebagainaya. Dengan kata lain bahwa untyk meningkatkan prestasi belajar siswa harus mempertinggi frekusnsi belajar. Frekuensi belajar disini mempunyai arti sebagai derajat aktifitas siswa dalam belajar termasuk di dalamnya waktu belajar, kegemaran membaca buku, hobi mengerjakan soal-soal.
Tinggi rendahnya frekuensi belajar akan mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh, jika frekuensi belajar optimal  maka hasilnya ceenderung meningkat. Pernyataan adanya hubungan yang positif abtara frekuensi dan hasil belajar didukung oeh teori belajar asosiasi yang dipopulerkan oleh Edward Lee Thorndike ini menekankan factor kesiapan (law of readness), latihan (law of exercise), dan hasil yang menyenangkan atau hukum akibat (law of effect).

1.      Hukum kesiapan (law of readiness)
Hukum kesiapan meneragkan bagaimana kesiapan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Dari teori yang dikemukakan Thorndike mengenai hukum kesiapan dapat kita simpulkan bahwa seseorang akan berhasil dalam belajar apabila orang tersebut betul-betul telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.

2.      Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menyatakan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah pengulangan. Semakin sering stimulus respon terjadi, maka akan semakin kuat hubungan yang terjadi. Kalau pengulangan sering dilakukan maka hubungan antara stimulus dan respon akan bersifat otomatif. Sebaliknya makin jarang hubungan stimulus dan respon dilkukan malah makin lemah pula hubungan yang terjadi. Bila suatu konsep dalam matemaika dipelajari secara berulang ulang maka konsep tersebut akan lebih mudah untuk dikuasai.

3.     Hukum akibat (Law of effect)
            Hukum akibat mengatakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh untuk tindakan yang serupa. Bila hubungan stimulus dan respon diikuti dengan peristiwa yang sesuai hubungan yang terjadi menjadi meningkat kekuatannya, sebaliknya seandainya peristiwa yang tidak sesuai mengiringi hubungan tadi, kekuatn hubungan tersebut menjadi berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sehingga menyenangkan hati orang tersebut, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya untuk setiap tindakan yang menimbulkan rasa tidak senang,cenderung akan dihindarinya.
            Seorang siswa yang sudah berusaha secara maksimal akan merasa terpukul jika nilai yang diperolehnya tidak memadai, sebaliknya seorang siswa yang kurang belajartidak akan merasa bangga jika memperoleh hasil yang lebih baik (tidak sesuai dengan usahanya). Oleh sebab itu penilaian yang diberikan oleh guru haruslah benar benar objektif mencerminkan kemampuan siswa, bukan penilaian yang berdasarkan pada pertimbangan suka atau tidak suka (objektif).
            Kesimpulan yang dapat diambil sehubungan dengan intensitas belajar yang ditinjau dari frekuensi belajar adalah bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar, siswa harus memaksimalkan frekuensi belajarnya. Hal ini mesti pula disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik mengenai materi pelajaran maupun cara penyampaian dengan tetap berpedoman pada hukum kesiapan, latihan, dan hukum akibat atau hukum yang menyenangkan.

2.    Perbedaan individu dalam belajar
            Penelitian yang memfokuskan pada perbedaan individu ini sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya yanglebih menekankan pada berbagai strategi/tehnik atau metode mengajar dan pengaruhnya terhadap kualitas belajar.
            Ada beberapa faktor perbedaan individu yang memiliki peran dalam belajar yaitu :
a.   Gender
            Penelitian atas gender dan hubungan dengan belajar diperoleh oleh kaum feminist atas reaksi ketidakadilan oleh kaum perempuan dalam kesempatan dan perlakuan di bidang pendidikan. Pada saat itu siswa perempuan dianggap telah menjadi korban dari diskriminasi sistematis dari siswa dan guru laki-lakimaupun system pendidikan dan sekolah. Mata pelajaran dibedakan menjadi dua yaitu mata pelajaran yang maskulin karena lebih cocok untuk laki-laki (misalnya sains dan matematika), dan mata pelajaran feminime karena lebih cocok untuk perempuan (misalnya bahasa dan sejarah) (Francis,2000:5)
            Selanjutnya dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam belajar bahasa asing, pebelajar perempuan memiliki pola strategi yang berbeda secara signifikan dengan pebelajar laki-laki. Beberapa perbedaan yang ditemukan antara lain,
Ø      Pebelajar perempuan lebih peka terhadap suar dan ucapan dalam belajar bahasa asing dan mengasosiasikan apa yang didengar dengan benda atau gambaran yang ada dalam imajinasinya
Ø      Pada saat bercakap-cakap dengan penutur aslinya, pebelajar perempuan lebih sering meminta pembicara untuk mengulangi atau mengatakan sekali lagi kata-kata atau ekspresi yang baginya kurang jelas
Temuan di atas menunjukkan bahwa perbedaan gender yang memiliki peran dalam pencapaian hasil belajar karena pebelajar laki-laki dan perempuan punya kecenderungan untuk memilih strategi yang berbeda untuk mempelajari sesuatu yang sama.

b.   Persepsi dan Ekspektasi
            Shen dan Pedulla (2000:1) mendefinisikan persepsi sebagai cara pandang siswa terhadap suatu mata pelajaran yang kemudian menghasilkan suatu penilaian atau ramalan apakah mata pelajaran itu akan bisa dipelajari, seberapa besar kemungkinanya untuk berhasil dalam belajar, apa manfaat yang akan didapat dari mempelajari mata pelajaran tersebut, serta masalah apa yang mungkin akan dialaminya pada saat mmpelajarinya. Dengan kata lain persepsi adalah semacam kesadaran secara psikologis tentang manfaat belajar sesuatu baik sebelum, pada saat maupun sesudah mengalami proses belajar.
            Pemahaman terhadap persepsi siswa tentang performa akademiknya pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan langkah awal yang penting untuk meningkatkan kualitas belajar. Menurut Boekarts (1998:13) persepsi akan mengarahkan siswa belajar. Hubungan antara persepsi dan kemampuan akademis sangatlah kuat (Byrne, 1984;itamermen, 1994). Selanjutnya Boekarts mengatakan bahwa persepsi memiliki peran dalam membentuk ekspektasi belajar. Yang dimaksud ekspektasi disisni adalah pendapat pribadi tentang apa yang akan dapat dicapai di masa mendatang apabila berhasil mempelajari suatu subjek tertentu. Keterhubungan antara pesepsi dan ekspektasi bisa digambarkan secara berikut. Seorang siswa merasa bahwa matematika sangt penting untuk dipelajari (persepsi) karena kalau dia memiliki keterampilan dalam matematika yang bagus maka dia akan dengan mudah mendapat pekerjaan di bidang pendidikan (ekspektasi)

c.   Sikap (Attitude)
            Banyak penelitian dirancang untuk menemukan hubungan atau pengaruh satu atau lebih factor perbedaan individu terhadap hasil belajar. Corbin and Chiachiere (1997) yang melakukan penelitian entang hubungan antara sikap (attitude) dengan hasil belajar (achievement) terhadap 349 siswa SMA menemukan bahwa sikap berpengaruh terhadap hasil belajar. Lebih jauh peneliti ini menemukan bahwa gender dan lama belajar juaga mempengaruhi hasil belajar secara signifikan. Wrigh (1999) juga menemukan bahwa gender merupakan “predictor” terkuat dari attitude. Dengan kata lain perbedaan gender berkorelasi terhadap perbedaab attitude.

d.   Motivasi
            Ada beberapa cara pengklasifikasikan motivsi salah satunya adalah motivasi intrinsik dan ekstrinsik (Fisher,1990; Stipek,2002) yang pertama didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan atau belajar sesuatu, sementara itu motivasi ekstinsik mengacu pada dorongan yang berasal dari luar individu yang menyebabkan melakukan/belajar sesuatu.
            Saaban and Gaith (2000) menggunakan instrument penelitian berupa ‘motivation scale’ terhadap 180 mahasiswa yang berasal dari Libanon  dan sedang belajar di Amerika untuk mengetahui motivasi, usaha, ekspektasi, dan persepsinya terhadap kemampuan belajar. Peneliti ini menemukan bahwa mahasiswa Libanon di Amerika memiliki motivasi intregatf dalam belajar yang tercerin dari usaha, strategi, ekspektasinya untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Selain itu juga ditemukan bahwa mahasiswa perempuan memilii motivasi yang lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki.

e.   Kemampuan Belajar
            Meskipun kesadaran setiap individu berbeda dalam belajar, sampai saat ini sekolah atau system pendidikan masih memperlakukan semua siswa sama. Dengan kata lain semua siswa dianggap/diasumsikan memiliki kemampuan dan potensi yang sama dalam belajar. Akibatnya, semua siswa yang diajar dengan cara yang sama mengacu pada buku teks atau materi belajar yang sama,mereka juga diharuskan mengerjakan pekerjaan/tes yang sama dan melalui proses belajar yang sama. Dalam waktu atau jadwal yang sama, siswa dianggap sudah dapat mempelajari sejumlah materi yang sama (Guild.2001). Pendapat ini sejalan dengan pendapat skehean (1989) yang mengatakan bahwa pada penelitian tindakan kelas, semua siswa diasumsikan sama dan proses belajar mengajar dianggap sebagai sesuatu yang universal. Pada kenyataannya, siswa di dalam sebuah kelas memiliki rentangan kemampuan belajar yang sangat luas tergantung dari berbagai factor baik yang bersifat internal maupun eksternal.
            Seorang guru pastilah pernah mengamati beberapa muridnya belajar dengan cepat dan jauh mengungguli teman-temannya yang lain. Banyak juga siswa yang kelihatannya lamban atau sulit mencapai target atau indicator yang sudah ditetapkan oleh guru. Guru umumnya menuduh siswa yang kurang berhasil mencapai target sebagai siswa yang malas, kurang semangat, atau bahkan bodoh. Padahal dengan mengacu pada factor-faktor perbedaan individual di atas, ketidakberhasilan siswa mungkin diakibatkan karena materi atau strategi dan mengajar tidak cocok atau apa yang dipelajarinya tidak berguna atau tidak menarik baginya.

f.   Srategi Belajar
            Strategi belajar sering diterjemahkan bagaimana kita belajar (how to learn). Jadi , strategi belajar matematika adalah bagaimana pebelajar mmilih tingkah laku yang memungkinkan mereka mendapat ilmu dan keterampilan matmatika yang merupakan target yang dipelajarinya.
            Strategi belajar yang diterapkan oleh pebelajar biasanya didasari oleh penggunanya. Selain itu strategi bisa diubah dan disesuaikan dengan tujuan belajar. Karena sifatnya yang fleksibel dan pemakainya menyadari tentang pilihan strategi yang dipakainya, maka strategi belajar merupakan salah satu variable perbedaan individu.
            Penelitian kelas yang bertujuan meningkatkan mutu hasil belajar sekarang ini telah mengalami pergeseran focus, dari guru dan PBM menjadi pebelajar dan proses belajarnya. Perubahan ini erat hubungannya dengan  berkembangnya ilmu perbedaab individual (Individual Differences/ID) dimana pebelajar sebagai makhluk individu memiliki keunikan tersendiri dalam belajar. Individu satu dan lainnya memiliki perbedaan dari segi gender (laki-laki dn perempuan), persepsi dan ekspektasi belajar, sikap, motivasi, kemampuan belajar, maupun strategi belajar.

3.   Perbedaan Karakter Pria dan Wanita
            Ada perbedaan-perbedaan yang penting dalam karakter pria dan wanita, hal ini diakui orang sjak beribu-ribu tahun yang lalu. Baik ahli-ahli pemikir maupun buku-buku agama memaparkan hali ini. Orang pun tidak pernah berkata, bahwa secara fisik maupun psikis wanita itu sama dengan laki-laki.
Pada abad ke-19, terutama dibawah pengaruh gerakan-gerakan wanita yang secara sadar dan teratur memperjuangkan hak-hak persamaan atau emansipasi, orang berusaha menghilangkan perbedaan yang hakiki antara wanita dan laki laki. Terutama dalam usaha memperjuangkan persamaan hak-hak dan kewajiban bagi wanita sebagai manusai yang berderajat sama dengan laki-laki, dan sama kedudukannya sebagai warga Negara. Namum, betapapun kuat pergerakan feminisme ini, orang meyakini adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental di antara hakikat dan sifat-sifat wanita dan pria.
      Menurut Heymans (dalam Kartini Kartono, 1980:143) mengatakan bahwa:
   Perbedaan laki-laki dan wanita itu terletak pada lebih kurang atau lebih banyaknya sifat-sifat sekundaritas, emosional, dan aktifitas dari fungsi-fungsi. Pada kaum wanita ada cukup fungsi sekunder, yang bukannya terletak pada intelek, akan tetapi pada perasaan. Oleh karena itu, nilai perasaan daripada pengalaman-pengalaman akan lebih lama berpengaruh terhadap struktur kepribadian wanita daripada laki-laki.
            Di dalam suatu lingkungan cultural tertentu itu selalu terdapat banyak bentuk tingkah laku, perbuatan, cara berpikir, dan gerak-gerik ekspresif yang khusus dilakukan dengan cara-cara yang feminism atau khusus kelaki-lakian. Hal ini disebabkan karena ada relasi yang pribadi dengan lingkungan sekitar, yang kemudian diekspresikan ke luar dengan cara yang khas-spesifik kewanitaan atau kelaki-lakian. 
Perbedaan ekspresif tingkah laku ini tetap ada, walaupun laki-laki dan perempuan melakukan pekerjaan yang sama. Bahwasanya wanita itu pada hakikatnya bisa bekerja sama baiknya dengan kaum laki-laki, hal ini dibuktikan pada masa-masa Perang Dunia pertama dan kedua, berupa macam-macam pekerjaan terdepan dan di garis belakang. Namun, cara bekerja kaum wanita ternyata berbeda dengan kaum laki-laki, yaitu khas dengan sifat kewanitannya.
            Umpamanya saja, pada umumnya wanita-wanita tadi cenderung untuk mengeluarkan energi kerja yang berlebih-lebihan, atau cenderung bekerja terlalu berat (over worked) karena didorong oleh kesadarab yang sangat mendalam akan tugas kewajiban. Pada saat lain, wanita cenderung berlaku pasif, dan memilih pola tingkah laku “lebih baik mengalah” sebagai suatu mekanisme bela diri di tengah masyarakat yang lebih banyak dikuasai oleh kaum laki-laki.
            Sehubungan dengan perasaan halusnya dan unsure keibuannya yang penuh kelembutan yang dimiliki oleh wanita, Ahmadi dkk (1990) membedakan sikap hidup antara laki-laki dan perempuan.
Laki laki :
Ø      Aktif memberi
Ø      Cenderung memberikan perlindungan
Ø      Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat intelektual abstrak
Ø      Berusaha memutuskan sendiri dan ikut berbicara
Ø      Sifat objektif
Perempuan
Ø      Pasif dan menerima
Ø      Cebderung menerima perlindungan
Ø      Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat emosional dan konkrit
Ø      Berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua
Ø      Sifat subjekif
Wanita pada umumnya lebih bersifat hetero-sentris dan lebih bersifat social. Karena itu maka lebih menonjollah sifat kesosialannya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut ; sesuai dengan kodrat alaminya dan disebabkan oleh benyak mengalami duka-derita lahir bathin (terutama di waktu melahirkan bayinya) wanita itu lebih banyak tertarik pada kehidupan orang lain, terutama pada penderitaan orang lain.
Karena itu, ia senantiasa mencari objek perhatiannya di luar dirinya sendiri, yaitu terutama pada suami dan anak-anaknya, juga lingkungannya. Sebaliknya, kaum laki-laki mereka itu lebih bersifat egosentris dan lebih suka berpikir pada hal-hal yang lebih objektif dan esensial.
Maka perbedan laki-laki dan perempuan itu bukannya terletak pada adanya perbedaan-perbedaan yang esensial daripada temperamen atau karakternya, akan tetapi pada perbedaan susunan jasmaniahnya. Juga ada perbedaan dalam tujuan hidupnya secara hakiki, dan perbedaan fungsi sosialnya atau fungsinya di dalam masyarakat luas. Dengan demikian cuma terdapat perbedaan dalam nuansa kualitatifnya dan bukan perbedaan secara kuantitatif.

B.   Kerangka Konseptual
            Intensitas belajar merupakn salah satu factor yang mempengaruhi prestasi belajar, untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan maka harus dibarengi dengan usaha yang maksimal  agar memperoleh hasil yang memuaskan sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
            Intensitas yang dimaksud disini adalah giat, kuat, kehebatan. Giat dapat diartikan pada seberapa jauh frekuensi belajar dalam sehari, kuat merupakan sejauh mana minat dan semangat dalam belajar, sedangkan kehebatan dapat didefinisikan sebagai ketangkasan dalam belajar yang sangat erat kaitannya dengan daya nalar atau kecakapan seseorang dalam belajar.
            Baik secara biologis maupun individu siswa laki-laki dan perempuan memiliki fisik dan psikis yang berbeda yang memungkinkan perbedaan dalam hal ini belajar dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar mereka, Perbedaan-perbedaan itu meliputi gender, persepsi dan ekspektasi, sikap, motivasi, kemampuan belajar, dan strategi belajar.
            Menurut beberapa ahli, siwa perempuan lebih unggul dalam hal pembelajaran. Namun, ahli ini berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama dalam hal pembelajaran. Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan terhadap prestasi belajar

C.   Hipotesis
            Hipotesis berfungsi sebagai pemberi arah, pemandu, dan sebagai pedoman kerja dalam mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan penelitian. Hipotesis adalah sebuah dugaan sementara yang belum dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah
Ø      Ada perbedaan intensitas belajr siswa laki-laki dan perempuan
Ø      Ada pengaruh intensitas belajar siswa laki-laki terhadap hasil belajarnya
Ø      Ada pengaruh intensitas belajar siswa perempuan  terhadap hasil belajarnya
Ø      Intensitas belajar siswa laki-laki dan perempuan secara bersama-sama mempengaruhi hasil belajar mereka.




BAB III
METODE PENELITIAN
A.   Lokasi dan Waktu Penelitian
            Adapun yang menjadi lokasi dalam penelitian ini bertempat di SMA NEGERI 1 MERANTI dan waktu penelitian dimulai pada bulan Mei.

B.   Populasi dan Sampel
1.    Populasi
            Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran kualitatifnya dan pada karakteristik terteneu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas, atau populasi dapat pula diartikan sebagai keseluruhan objek dalam penelitian, Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa Kelas  XI pada SMA NEGERI 1 MERANTI T.A. 2009/2010 berjumlah 160 orang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa laki laki 70 orang dan perempuan 90 orang.

2.   Sampel
            Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili karakteristik. Dalam penentuan sample, penulis berpedoman pada pendapat Sugiyono (2008:124) yaitu pengambilan sample ditentukan secara sengaja (Purposive sumpling) dengan pertimbangan tertentu, pertimbangan disini adalah mengingat jumlah siswa laki-laki yang sedikit.Oleh karena itu penulis menentukan sample sebanyak 80 orang terdiri dari 40 orang siswa laki-laki dan 40 orang siswa perempuan.

C.   Variabel Penelitian dan Rancangan Penelitian
            Dalam penelitian ini ada 3 variabel yang akan dibahas :
              I.      Variabel bebas (X1)      :           Intensitas belajar siswa laki-laki
2.   Variabel bebas (X2)      :            Intensitas belajr siswa perempuan
      3.   Variabel terikat (Y)       :           Hasil belajar siswa
            Selanjutnya rancangan hubungan antar variable dam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini     

                                                                                                       
                       X1
                       

                                                                                                      Y
                                                                                                    
                       
                        X2

           Gambar Bagan Paradigama Hubungan Antara Variabel Penelitian.
D.   Instrumen Penelitian
            Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan angket
1)      Tes
Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essay tes yang berjumlah 10 soal dimana soal tersebut diambil dari buku panduan, sehingga tidak perlu diujicobakan karena dianggap sudah memenuhi validitas isi. Nana Sudjana (dalam Surianto 2001:15) mengatakan bahwa “Agar suatu tes memenuhi validitas isi, maka hal ini bisa dilakukan dengan cara menysusun tes yang bersunber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Disamping kurikulum, dapat juga diperkaya dengan melihat buku sumber”.
2)  Angket
Angket adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan oleh orang yang ingin diselidiki (responden). Dengan menggunakan angket kita dapat memperoleh fakta-fakta yang kita harapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam angket ini tergantung pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai Dalam membuat angket terlebih dahulu dibuat indicator-indikator yang disusun berdasarkan aspek masalah yang ditetapkan. Adapun indicator-indikator dalam angket ini mengenai intensitas belajar siswa.
Untuk menjawab responden diminta untuk memberi  tanda (X) pada suatu kategori jawaban yang disediakan, jumlah angket yang disusun peneliti dalam hal ini adalah sebanyak 15 butir pertanyaan.


E.   Teknik Analisa Data
            Teknik analisa data merupakan cara untuk mengolah data agar dapat dijadikan informasi dari penelitian yang telah dilaksanakan. Setelah data diperoleh maka diolah secara statistik dan dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.   Mendeskripsikan Data
            Mendeskripsikan data yaitu hasil data angket dan prestasi belajar siswa ditabulasikan dan digunakan untuk menghitung regresi multiple dari ketiga data.

b.   Uji Persyaratn Analitis
1.   Uji Normalitas
            Untuk uji normalitas digunakan uji Liliefours Sudjana (1996:466) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Data skor hasil belajar atau angket X1,X2,……….Xn dijadikan bilangan atau angka baku Z1,Z2,…………,Zn dengan rumus :
Zi =

Dengan X = skor rata-rata
              S= Simpangan baku
b.   Untuk setiap simpangan baku  dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
c.   Menghitung proporsi Z1,Z2,…………Zn yang lebih kecil atau sama dengan Z1 jika proporsi ini dinyatakan  S(Zi) maka :
      S(Zi)=
d.   Menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya.
e.   Menentukan Lo yaitu harga mutlak yang terbesar dari F(Zi)-S(Zi) dengan kriteria pengujian jika Lo hitung < Lo table untuk taraf nyata @=0,05, maka populasi diterima berdistribusi normal.
2.   Menentukan Persamaan Regresi linear
      a. Menentukan Persamaan Regresi Linear Variabel X1 terhadap Y
Untuk menentukan regresi linear variable X1 terhadap Y digunakan persamaan dengan rumus Sudjana (1996 : 315) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a)   Mencari harga a yang diperoleh dengan persamaan Sudjana (1996:315) yaitu
a =
Mencari harrga b yang dipeoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
      b =

               b)   Menentukan persamaan regresi linear Variabel X2 terhadap Y
                        Untuk menentukan regresi linear X2 terhadap Y digunakan persamaan dengan runus Sudjana ( 1996:315) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
¾    Mencari harga a yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
                     a=

¾    Mencari harga b yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:315) yaitu
b=

c.   Menentukan Persamaan Regresi Linear variable X1 dan X2 terhadap Y digunakan dengan runus sudjana (1996:347) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
¾    Mencari harga a0 yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:349) yaitu
Ao=ý-a1X1-a2X2
¾    Mencari harga a1 yang diperoleh dengan persamaan, Sudjana (1996:349) yaitu
a1=
¾    Mencari harga a1 diperoleh dengan persamaan , Sudjana (1996:349) yaitu
a2 =

3.   Uji Persamaan Linear
            a. Uji Persamaan Linear variable X1 terhadap Y
            Untuk menguji kelinearitasan regresi linear digunakan uji analisis varians menggunakan rumus Sudjana (1996:332) yaitu :
Sunber Variasi
dk
JK
KT
F
Total
Regresi
Regresi (b/a)
Residu
n
l
1
n-2
/n
JKreg=JK (b/a)
JK2res=

S2reg = (b/a)
S2res =
-
-
-
Tuna cocok

Kekeliruan
k-2

n-k
JK(TC)

JK(E)
S2 TC =
S2E =


            Jika a= 0,05 dk pembilang dan dk penyebut = n-k diperoleh Ftabel=F0,95(k-2,n-k) untuk uji kelinearan Fhitung < Ftabel bahwa hipotesis diterima








DAFTAR PUSTAKA

Trianto,  M.Pd. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:
Kencana
Depdkibud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikam Edisi Ke-7. Bandung: Alfabeta
Sujana, Nana. 1989, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Program Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Winkel, WS. 1984, Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedi

power poin materi matematika

Posted on 14/11/10

lini ada beberapa materi matematika yang udah di buat menarik dengan menggunakan power point. Di tujukan untuk para guru profesional yang ingin membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menarik. Tinggal edit dikit, seperti hilangkan nama dan photo pembuat, karena ini merupakan tugas dari dosen kami jadi ada beberapa data power poin yang terdapat nama dan photo pembuat. Bagi yang ingin menggunakannya silakan download di bawah ini.
1.   Matriks dan Determinan
2.   Suku Banyak
3.   Bilangan
4.   Bangun Datar
5.   Kesebangunan
6.   Macam-macam Bangun Datar
7.   Eksponen dan Logaritma
8.   Satuan Pengukuran
9.   Dimensi Tiga
10. Fungsi
11. Operasi Hitung
12. Bilangan Bulat
13. Satuan
14. Persamaan Garis Lurus
15. Pertidak samaan Linear Satu Variabel
16. Jumlah dan Selisih Sudut Trigonometri
17. Garis Bilangan
18. Melukis Bangun Datar
19. Vektor
20. Logika Matematika
21. Aljabar
22. Penyajian Data
23. Keliling dan luas kubus
24. Operasi Bilangan Bulat
25. Perbandingan
26. Operasi Bilangan Pecahan

CONTOH MAKALAH SEMINAR MATEMATIKA

Posted on

PENERAPAN PEMBELAJARAN
DENGAN TEORI STIMULUS – RESPON PIAGET
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATERI BENTUK PANGKAT
DI KELAS X SMA


MAKALAH
SEMINAR PENDIDIKAN MATEMATIKA






Oleh :
NAMA               :           SUTIRA JULI ADHA MARPAUNG
                                       (070510432)
                                       RIZKI AZHARI MANURUNG
                                       (070510430)
JURUSAN        :           Pendidikan Matematika







FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ASAHAN
KISARAN
2010



KATA PENGANTAR




Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kelapangan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Pada awalnya banyak sekali kesulitan dan hambatan yang di dapat dalam penulisan makalah ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya mampu terselesaikan.
Ucapan terima kasih kepada Ibu Eni Muliawati selaku Dosen mata kuliah Seminar Matematika yang telah memberikan masukan dan arahan.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkannya.
Penulis sadar bahwa di dalam tulisan ini banyak terdapat kesalah dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semua pihak yang telah membacanya. Atas kritik dan saran para pembaca penulis ucapkan terima kasih.


Kisaran,     November 2010
Penulis












BAB I
PENDAHULUAN





A.        Latar Belakang Masalah
                        Sekolah merupakan tempat persemaian benih generasi terbaik. Salah satu usaha sekolah adalah meningkatkan prestasi belajar siswa melalui proses belajar mengajar. Sehingga menimbulkan SDM yang berkualitas tinggi yang merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Sekolah juga memiliki jenjang berstruktur yang dimulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
                        Berhasil atau tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung pada jelas atau tidaknya tujuan yang hendak di capai oleh seseorang atau lembaga yang melaksanakannya. Berdasarkan kenyataan ini maka perlu benar suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan kemudian baru menyusun suatu program kegiatan yang objektif dan realistis, sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak terbuang sia-sia. Sehubungan dengan itu apabila kita berbicara tentang pendidikan pada umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga pendidik bagi kepentingan bangsa, negara dan tanah air.
                        Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses perkembangan dan perubahan yang dinamis, maka pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan diri dalam proses perkembangan tersebut, dan tidak melepaskan diri dari dasar-dasar watak dan kepentingan negara, bangsa dan tanah air kita. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas pendidikan membawa konsekuensi kepada perbaikan dan peningkatan di semua faktor, baik faktor guru seperti guru kurang terampil dalam mengajar, kemampuan akademik guru masih rendah. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, maupun fasilitas penunjang yang diperlukan. Metode yang digunakan guru dalam mengajar juga mendukung dalam mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan. Pendidikan matematika sebagai bagian dari pendidikan yang merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM terutama ditengah-tengah kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) seperti sekarang ini. Matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan pola pikir logis, sistematis, objektif, kritis dan rasional yang harus dibina sejak dini. Namun kenyataannya peringkat daya saing pendidikan di Indonesia dewasa ini jauh ketinggalan dengan negara-negara lain terutama di sektor pendidikan khususnya dibidang matematika.
Hal ini seperti diungkapkan Suryadi (www.kompas.com) bahwa :
“Peringkat daya saing Indonesia secara gelobal berdasarkan sejumlah penerbit internasional perlu mendapat perhatian yang serius. World Competitiviness Yearbook menempatkan peringkat daya saing Indonesia pada posisi ke 39 pada tahun 1997 dan menurung ke posisi 46 dari 47 negara pada tahun 1999. Survei SDM, industri dan IPTEK dalam indeks pembangunan manusia (UNDP : 1999) peringkat indonesia berada pada posisi ke 105 dari 108 negara. Peringkat tersebut menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia belum memiliki daya saing, ajustru pada saat negara lain mengejar daya saing secara global.”

                        Dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan di SMA matematika adalah salah satu mata pelajaran diberikan beban jam pelajaran yang maksimal agar penguasaan matematika siswa lebih kompeten. Akan tetapi pada saat pembelajaran matematika diberikan, masi terdapat kesulitan-kesulitan yang dipelajarai siswa untuk mempelajarainya. Seperti yang diungkapkan oleh Drs. Normal Rambe, guru mata pelajaran matematika di SMA N 1 Tanjung Balai tersebut :
“Dari semua mata pelajaran yang diujikan pada saat ujian baik ujian semester maupun ujian nasiona, nilai matematika siswa selalu rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, disisi lain pada setiap jam pelajaran matematika siswa kurang mengetahui nilai-nilai yang seharusnya dijabarkan dan pengetahuan dasara siswa kurang untuk mengikuti standart isi yang ada di SMA.”
                        Rendahnya prestasi siswa menunjukkan suatu indikasi bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami matematika. Kualitas dan pemerataan hasil pendidikan di Indonesia masi memprihatinkan dilihat dari indikator hasil-hasil ujian yang masih di bawah angka standart dan sedikit anak yang memiliki kesempatan untuk belajar.
                        Bertitik tolak dari permasalahan tersebut perlu diupayakan peningkatan hasil belajar siswa sehingga dapat menarik minat belajar siswa. Salah satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan pembelajaran teori stimulus – respon (S – R).
                        Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar diri dimana keduanya saling berinteraksi.
                        Komponen-komponen dalam belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan sebagai S – R. S adalah situasi yang memberikan stimulus, R adalah respon atas stimulus itu dan garis diantara nya adalah hubungan antara Stimulus dan Respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati yang bertalian dengan sistem alat syarat dimana terjadi transpormasi perangsang yang diterima melalui alat indera. Stimulu itu merupakan input yang berada diluar individu dan Respon adalah outputnya yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
                        Pengajaran dengan teori Stimulus – Respon menekankan kepada analisis perilaku yang bersifat objektif. Asumsi yang digunakan mengenai proses belajar adalah siswa dapat mengerti proses belajar yang kompleks. Setelah ia mengerti proses belajar yang sederhana. Proses-proses yang sederhana diharapkan pula menjelaskan proses-proses yang lebih kompleks. Salah satu materi pelajaran yang harus diajarkan dan dipelajari siswa semester pertama di kelas X SMA adalah bentuk apangkat. Maka dari itu, pengajaran dengan Teori Stimulus – Respon diharapkan siswa mempunyai keaktiaafan belajar yang tinggi dan diharapkan untuk dapat meningkatkan hasil belajara siswa pada materi bentuk pangkat.
B.        Identifikasi Masalah
                        Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang mengakibatkan rendahnya kualitas (mutu) siswa diantaranya :
1.                  Rendahnya hasil belajar matematika siswa
2.                  Penggunaan pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa
3.                  Kurangnya keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
4.                  Pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon belum diterapkan dalam peningkatan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat.

C.        Batasan Masalah
                        Memperhatikan keterbatasan kemampuan penulis dan agar penulis makalah ini tidak terlalu luas maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Banyak fakta penyebab rendahnya hasil belajar siswa  pada faktor model pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran teori Stimulus – Respon untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat di kelas X SMA T.A 2010/2011.

D.        Rumusan Masalah
                        Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.                  Apakah penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
2.                  Bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
3.                  Bagaimana aktifitas belajar siswa selama pembelajaran dengan teori  Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?
4.                  Bagaimana aktifitas mengajar guru dalam menggunakan teori Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA?

E.         TUJUAN
                        Adapun tujuan dalam seminar ini adalah :
1.                  Untuk mengetahui penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
2.                  Untuk mengetahui bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
3.                  Untuk mengetahui aktifitas belajar siswa selama pembelajaran dengan teori  Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.
4.                  Untuk mengetahui aktifitas mengajar guru dalam menggunakan teori Stimulus – Respon pada materi bentuk pangkat dikelas X SMA.

F.         MANFAAT
                        Dari seminar ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1.                  Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka mengembangakan proses pembelajaran matematika ditingkat SMA atau sederajat khususnya pada materi bentuk pangkat.
2.                  Sebagai bahan perbandingan bagi calon guru / guru untuk meninjau kemampuan siswa SMA dalam memahami pelajaran khusunya pada materi bentuk pangkat dengan menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon.
3.                  Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi peneliti yang akan melakukan kajian berhubungan dengan teori Stimulus - Respon






BAB II





A.        Kajian Teori
            1.         Pengertian-pengertian
A.        Belajar
                        Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan interaktif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.
                        Slameto (2003 : 2) mengungkapkan bahwa “Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh asuatu perubahan tingkah laku dari yang secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dan lingkungannya.”
                        Menurut pandangan Skinner, Dimyati dan Mudjiono (2006 : 9) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perilaku pada saat seseorang belajar, maka responnya menjadi baik sebaliknya, bila seseorang tidak belajar maka responnya menurun”.
                        Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan kegiatan berpikir dan terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang didapat oleh seseorang yang belajar dan melalui reaksi-reaksi terhadap lingkungan dimana seseorang berada sehingga terjadi perubahan tingkah laku didalam diri seseorang yang belajar dan bersifat positif atau lebih baik dari sebelumnya.
            B.        Kemampuan
                        Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik dalam menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Hal ini dapat disebabkan bahwa setiap orang tidak sama pola pikirnya dan taraf kecerdasannya. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal menyusun segala sesuatu yang diamati, dilihat diingat ataupun dipikirannya. Selain berbeda dalam tingkat kemampuan berpikir, seseorang juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat juga berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara penedekatan terhadap situasi belajar dan menghubungkan pengalaman-pengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon terhadap metode pengajaran.
                        Dalam kamus umum bahasa indonesia menurut W.J.S. Poerwadarminta. (1996 : 76) dikemukakan bahwa : “ Kemampuan adalah kesanggupan.” Kemampuan merupakan kesanggupan  atau kecakapan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Kemampuan siswa dalam matematika yang telah dipelajarai secara benar serta sanggup memecahkan permasalahan yang timbul dalam matematika tersebut.


            C.        Hasil Belajar
                        Dengan berakhir suatu proses belajar maka siswa memperoleh suatu hasil belajar menurut Dimyati dan Mujiono (2006 : 3) mengemukakan bahwa “Ahasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar”. Proses belajar bukan hal yang dialami oleh siswa, suatu respon terhadap segala cara pembelajaran yang diprogramkan oleh guru. Dalam proses belajar tersebut guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evaluasi guru.
                        Adapun bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Dan dari tidak mengerti jadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohani dan unsur motoris adalah unsur jasmani. Bahwa seseorang sedang berpikir dapat dilihat dari raut mukanya dan sikapnya dalam rohani tidak dapat dilihat.
                        Menurut Qoemar Hamalik (2004 : 30) menyatakan “tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapaun aspek-aspek tersebut adalah :
1.      Pengetahuan                          6.      Emosional  
2.      Pengertian                             7.      Hubungan sosial
3.      Kebiasaan                             8.      Jasmani
4.      Keterampilan                         9.      Etis atau budi pekerti
5.      Apresiasi                               10.    Sikap

                        Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan dan perubahan tingkah laku yang dimiliki siswa selama proses belajar.
           
D.        Pembelajaran
            Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupkan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh murid sebagai peserta didik. Menurut Coreu (1986 : 195) “Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupkan subset khusus dari pendidikan
            Proses pembelajar pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, memotivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupkan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
            Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 : 297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secra aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dpat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik sebagai materi pelajaran.
            Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu apelajaran yang dapat mengmbangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami aberbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif  sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.
            Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle (1974 : 38) berada pada empat variabel interaksi yaitu : (1) variabel pertanda, (2) avariabel konteks, (3) variabel proses, (4) variabel produk.
2.         Teori Stimulus – Respon (Teori S – R)
            Dalam teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku relatif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon). http://www.Trimanjuniarso.wordpress.com
            Melihat faktor-faktor lingkungan stimulus dan hasil tingkah laku yang ada hubungannya antara respon, tingkah laku dan pengaruh lingkungan. Dengan memberikan stimulus maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus dan respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasaranya kelakuan anak adalah terdiri atas respon-respon tersebut dengan latihan-latihan maka hubungan tersebut semakin kuat. Inilah yang disebut S – R Bond Theory. Kelakuan tadi akan ditransfer kedalam situasi baru menurut hukum transfer tertentu pula.(Qoemar Hamalik, Op.Cit : 39)
            Hal yang sama seperti diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006 : 112)bahwa “Teori belajar behavioristik tentang belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang di tangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus respon ( S – R)”. oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus respon. Belajar adalah upaya untuk mebentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.
3.         Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam Kelompok Teori Stimulus - Respon
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan Stimulus –Respon  ini, diantaranya :
a.                  Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
  1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b.         Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c.                   Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.


d.                  Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
            Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dan situasi disekitar kita. Adalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal. Jadi, secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.




4.         Teori Stimulus – Respon Piaget
            Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemate (Schmas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktu kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya akan menyebutnya sebagai cecak besar, karena cecaklah yang selalu dilihatnya di rumah dan cecaklah yang paling dekat dengan stimulusnya.
            Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalm pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan  akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk  secara tidak langsung.
            Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi, agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.
            Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget mengemukakn bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu :
a.   Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun
b.   Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dngan sekitar umur 7 tahun
c.   tahap Operasi Konkrit, dari sekitar uamur 7 tahun asampai dengan umur 11 tahun
d.   Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya
                        Maka pada makalah ini penulis memakai tahap Operasi Formal karena masa SMA anak sudah berumur lebih dari 11 tahun. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret sudah tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Sebagai contoh, kita perhatikan eksperimen Piaget berikut ini :
                        Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “Pak Pendek” dan untaian penjepit kertas untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Klemudiana ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” mempunyai teman “Pak Tinggi”. Kemudian dikatakan apabila diukur dengan abatang korek api tinggi “Pak Pendek” empat batang, sedangkan tinggi “Apak Tinggi” enam batang korek api. Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah di atas, anak harus melakukan operasi terhadap operasi.
                        Anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah stimulus disertai oleh benda-benda konkret atau tidak, bagi anak pada tahap berfikir formal tidak menjadi masalah.
            5.         Materi Bentuk Pangkat
      A.        Bentuk pangkat Bulat positif
Definisi : jika a adalah bilangan real dan n adalah bilangan bulat positif lebih dari satu,maka a pengkat n (ditulis an) adalah perkalian n buah bilangan a. Definisi ini ditulis secara sederhana sebagai :
an = a x a x a x a…….x a x a
Bentuk an adalah bilangan berpangkat bulat positif, a disebut bilangan pokok atau basis dan n ( bilangan asli > 1) disebut eksponen.
Sifat-sifat bialngan berpangkat positif adalah sebagai berikut :
 Jika a dan b bilangan real serta n, p dan q bilangan bu;lat positif maka berlaku :
a.       ap x aq = ap+q
b.      ap : aq= ap-q dengan p> q
c.       (ap)q = apxq
d.      (axb)n= anxbn
e.        =  dengan b  0
f.        00 = 0


B.                 Bentuk Pangkat Bulat Negatif
Misalkan (a) dan b, maka an adalah kebalikan dari an atau sebaliknya
a-n­ =  atau an =
·        Bentuk pangkat nol
ao = 1, a











BAB III
PENERAPAN TEORI





                        Teori S – R adalah teori yang memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajran siswa baik faktor internal maupun eksternal. Maka sebelum pembelajaran dimulai guru sebagai pendidik harus mengetahui kondisi atau kedaan siswa sebagai peserta didik. Maka yang dilakukan dalam teori S-R adalah sebagai berikut :
A.        Permasalahan
                        Sebelum melaksanakan perencanaan tindakan dilaksanakan terlebih dahulu studi pendahuluan berupa diskusi dengan guru matematika yang bertujuan mengetahui masalah yang ada pada proses pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar matematika rendah.
B.        Perencanaan Tindakan
                        Pada tahap ini penulis membuat alternatif pemecahan masalah (perencanaan tindakan) dalam mengatasi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Pemecahan masalah yang dilakukan adalah :
1.      Membuat Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran dengan teori S – R.
2.      Mempersiapkan sarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran, yaitu buku ajar siswa dan tes hasil belajar siswa materi bentuk pangkat.
3.      Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pembelajaran teori S – R.
                       
Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa pada makalah ini penulis menggunakan Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) dimana anak sudah bisa menggunakan simbol-simbol sebagai media ajar tanpa harus menggunkan benda nyata.
Maka jika menggunakan teori Stimulus – Respon Piaget, maka langkah-langkah yang harus dilakukan guru adalah :
1.      Memberikan manfaat bagi kehidupan jika memahami materi yang disampaikan. Ini berguna agar peserta didik mendapat stimulus yang baik untuk berusaha memahami materi yang akan di ajarkan.
2.      Memberikan gambaran (ingatan) tentang materi yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Seperti materi bentuk pangkat ini, di SMP telah dipelajari materi bentuk pangkat juga, maka guru sebagai pendidik kembali mengingatkan sekilas materi bentuk pangkat di SMP agar mendapat respon yang baik pada saat mengajar materi bentuk pangkat yang lebih rumit di SMA.
3.      Guru sebagai pendidik memberikan penjelasan materi yang akan di pelajari (Stimulus) agar siswa berpikir untuk mengerti materi yang disampaikan (Respon).
4.      Guru sebagai pendidik memberikan soal-soal atau contoh soal yang berkaitan dengan materi yang sudah bersifat abstrak tidak lagi konkret. Karena menurut Piaget siswa SMA sudah bisa menyelesaikan soal-soal yang berupa simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Seperti saat pendidik ingin mengajarkan Bilangan Pangkat peserta didik maka sesuai dengan teori S – R Piaget penerapannya adalah sebagai berikut.

Contoh 1 :
Pangkat Bulat Positif
Jika x4 = 16 dan y2 = 36, maka  hasil dari x – y adalah ….
Pada soal di atas peserta didik harus melakukan operasi terhadap operasi, untuk mengerjakannya perserta didik harus mencari nilai masing-masing x dan y. nilai x adalah akar pangkat empat dari 16 yaitu 2, dan untuk mencari nilai y adalah akar kuadrat dari 36 yaitu 6. Maka nilai x – y adalah 2 – 6 = -4. Maka pendidik tidak harus membawa benda nyata untuk menunjukkan pada peserta didik x4 = 16 dan y2 = 36. menurut Piaget Anak pada usia 11 tahuan lebih sudah dapat mengerjakan soal dengan hanya menggunakan simbol-simbol.
Contoh 2 :
Pangkat Bulat Negatif
Sederhanakan dan tulis tanpa pangkat negatif dari (5a)-2
                        Pada soal di atas peserta didik harus melakukan lebih dari satu operasi untuk menyelesaikannya. Pertama karena bilangan berpangkat negataif maka untuk merubah pangkat positif menjadi 1/(5a)2. Langkah kedua kuadratkan masing-masing suku pada penyebut, menjadi 1/25a2. Untuk menyelesaikan soal ini harus memiliki stimulus dari pelajaran SMP mengenai pangkat dua bilangan

                       
                       
















KESIMPULAN DAN SARAN




1.         Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah seminar matematika ini adalah Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon). Maka dengan memeperhatikan kondisi internal dan eksternal peserta didik akan lebih membantu dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa. langkah-langkah yang harus dilakukan guru adalah :
1.         Memberikan manfaat bagi kehidupan jika memahami materi yang disampaikan
2.         Memberikan gambaran (ingatan) tentang materi yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan
3.         Guru sebagai pendidik memberikan penjelasan materi yang akan di pelajari
4.         Guru sebagai pendidik memberikan soal-soal atau contoh soal yang berkaitan dengan materi
2.         Saran
                        Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memberikan  beberapa saran untuk memperbaiki kualitas hasil belajar matematika siswa, antara lain :
a.       Dalam memberikan pelajaran matematika, hendaknya seorang guru menggunakan teori S-R untuk meningkatkan hasil belajar
b.      Diharapkan kepada guru agar lebih memperhatikan kegiatan belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar, karena realitanya siswa kurang memahami pelajaran disebabkan  beberapa faktor seperti, bakat dan minat siswa yang kurang untuk mempelajari matematika, kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar dan anggapan siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, serta msih terdapat siswa yang malu atau takut bertanya kepada guru
c.       Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi guru atau mahasiswa yang ingin melakukan kajian yang berhubungan dengan teori S-R untuk perbaikan kualitas pembelajaran
d.      Dapat merasakan suasana yang menyenangkan dan memperoleh pengalaman berbeda dari suasana belajar sebelumnya, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan minat belajar matematika dan lebih memotivasi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan maksimal dengan menggunakan teori S-R yang akhirnya membentu memaksimalkan hasil belajar siswa.












DATAR PUSTAKA





Abdurrahman, Mulyono, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:Rhineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Rhineka Cipta
Marpaung, Zulfah, (2009), Penerapan Pembelajaran dengan Teori Stimulus-Respon Untuk Meningkatkan Hasil belajar siswa T.P 2009/2010, Medan: Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN
Sinulingga, Petra, (2007), Penerapan Pengajaran dengan Metode Stimulus-Respons Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Logaritma di Kelas X SMA Swasta Arakyat Sei Glugur Pancurbatu T.P 2007/2008, Medan: Mahasiswa FMIPA UNIMED
Slameto,(2003), Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:Rineka Cipta.
Suryosubroto, B, (2002), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta:Rineka Cipta
Suryadi (www.Kompas.com)











DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR  ..........................................................................           i
DAFTAR ISI .........................................................................................           ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................           1
            A.  Latar Belakang Masalah  ........................................................           1
            B.   Identifikasi Masalah ................................................................           4
            C.  Batasan Masalah  ...................................................................           4
            D.  Rumusan Masalah  .................................................................           4
            E.   Tujuan  ..................................................................................           5
            F.   Manfaat  ................................................................................           5
BAB II  KAJIAN TEORI .....................................................................           6
            1.   Pengertian-pengertian  ............................................................           6
                  A.  Belajar .............................................................................           6
                  B.   Kemampuan ....................................................................           7
                  C.  Hasil Belajar ....................................................................           7
                  D.  Pembelajaran ...................................................................           8
            2.   Teori Stimulus-Respon (S-R) .................................................           9
            3.   Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam
                  Kelompok Teori S-R .............................................................           10
                  a.   Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike .................           10
                  b.   Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov .......................           11
                  c.   Operant Conditioning menurut B.F Skinner .......................           11
                  d.   Social Learning menurut Albert Bandura ...........................           12
            4.   Teori Stimulus-Respon Piaget .................................................           13
            5.   Materi Bentuk Pangkat ...........................................................           14
                  A.  Bentuk Pangkat Bulat Positif .............................................           14
                  B.   Bentuk Pangkat Bulat Negatif ...........................................           15
BAB III PENERAPAN TEORI ...........................................................           16
            A.  Permasalahan .........................................................................           16
            B.   Perencanaan Tindakan ...........................................................           16
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................           19
            1.   Kesimpulan ............................................................................           19
            2.   Saran .....................................................................................           20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................           iv


 LEBIH LENGKAP KLIK DISINI

Amazon